PEMAHAMAN
MASYARAKAT BANJAR TENTANG GURU
A.
Pendahuluan
Sebelum kita
berbicara tentang pemahaman masyarakat Banjar tentang Guru, kedudukan dan peranan guru, alangkah baiknya
kita mengetahui terlebih dahulu pengertian dari istilah “guru”, agar kita
memiliki persepsi yang sama tentang batasan istilah “guru” tersebut.
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonsesia, istilah guru adalah “orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar.” (Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 2013: 469).
Sedangkan menurut A.
Malik Fajar, guru merupakan sosok yang mengemban tugas mengajar, mendidik dan
membimbing. (A. Malik Fadjar, 1998). Jika ketiga sifat tersebut tidak melekat
pada seorang guru, maka ia tidak dapat dipandang sebagai guru.
Menurut Henry Adam,
seperti yang dikutip A. Malik Fadjar, bahwa “guru itu berdampak abadi, ia tidak
pernah tahu, dimana pengaruhnya itu berhenti” (A teacher effects eternity,
he can never tell where his influence stops). (A. Malik Fadjar, 1998).
Menurut Moh. Uzer Usman,
guru adalah jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru.
Pekerjaan ini bisa dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian untuk
melakukan kegiatan atau pekerjaan sebagai guru. Untuk menjadi guru diperlukan
syarat-syarat tertentu, apalagi sebagai guru yang profesional yang harus
menguasai betul seluk-beluk pendidikan dan pengajaran dengan berbagai ilmu
pengetahuan lainnya yang perlu dibina dan dikembangkan melalui masa pendidikan
tertentu atau pendidikan pra-jabatan.( Usman, Moh. Uzer, 1998)
Sedangkan menurut Undang-undang RI
Nomer 14 tahun 2005, bab I, pasal 1, ayat, 1 disebutkan, bahwa yang dimaksud
dengan guru adalah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. (UU nomer 14 tahun 2005)
Dari pengertian di atas
maka seorang guru, bisa juga dikatakan sebagai :
1. Seorang Pendidik
2. Seorang Pengajar
3. Seorang Pembimbing
4. Seorang Pengarah
5. Seorang Pelatih
6. Seorang Penilai dan
7. Seorang Pengevaluasi
(evaluator) bagi peserta didik.
Atau bisa dikatakan juga bahwa guru adalah sebagai ‘’Subyek’’
(Pelaku pendidikan), sedangkan
Peserta didik adalah sebagai ‘’Obyek’’ (Sasaran pendidikan).
B.
Kedudukan guru
Dalam ilmu Sosiologi kita biasa menemukan dua istilah
yang akan selalu berkaitan, yakni ‘’status’’ (merupakan sebuah
peringkat, kedudukan atau posisi seseorang dalam suatu kelompok, atau posisi
suatu kelompok dalam hubungannya dengan kelompok lain) dan ‘’peran sosial’’
(merupakan sebuah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki suatu
status tertentu tersebut) di dalam masyarakat.
Status
sebagai guru, atau kedudukan sebagai guru dapat dipandang sebagai yang tinggi
atau rendah, tergantung di mana ia berada. Sedangkan perannya yang berkedudukan
sebagai pendidik seharusnya menunjukkan kelakuan yang layak sesuai harapan
masyarakat, dan guru diharapkan berperan sebagai teladan dan rujukan dalam
masyarakat dan khususnya anak didik yang dia ajar. Guru tidak hanya memiliki
satu peran saja, ia bisa berperan sebagai orang yang dewasa, sebagai seorang
pengajar dan sebagai seorang pendidik, sebagai pemberi contoh dan
sebagainya.
C.
Peranan Guru di Sekolah
Peranan
guru terhadap murid-muridnya merupakan peran vital dari sekian banyak peran
yang harus ia jalani. Hal ini dikarenakan komunitas utama yang menjadi wilayah
tugas guru adalah di dalam kelas untuk memberikan keteladanan, pengalaman serta
ilmu pengetahuan kepada mereka. Begitupun peranan guru atas murid-muridnya tadi
bisa dibagi menjadi dua jenis menurut situasi interaksi sosial yang mereka
hadapi, yakni : (1). Situasi formal dalam proses belajar mengajar di
kelas dan, (2). Situasi informal di luar kelas.
Dalam
situasi formal,
seorang guru harus bisa menempatkan dirinya sebagai seorang yang mempunyai
kewibawaan dan otoritas tinggi, guru harus bisa menguasai kelas dan bisa mengontrol
anak didiknya. Hal ini sangat perlu guna menunjang keberhasilan dari
tugas-tugas guru yang bersangkutan yakni mengajar dan mendidik murid-muridnya.
Hal-hal yang bersifat pemaksaan pun kadang perlu digunakan demi tujuan di atas.
Misalkan pada saat guru menyampaikan materi belajar padahal waktu ujian sangat
mendesak, pada saat bersamaan ada seorang murid ramai sendiri sehingga
menganggu suasana belajar mengajar di kelas, maka guru yang bersangkutan
memaksa anak tadi untuk diam sejenak sampai pelajaran selesai dengan cara-cara
tertentu.
Tentunya
hal di atas juga harus disertai dengan adanya keteladanan dan kewibawaan yang
tinggi pada seorang guru. Keteladanan sangatlah penting. Hal ini sejalan dengan
teori “Mekanisme Belajar” yang disampaikan David O Sears (1985) bahwa
ada tiga mekanisme umum yang terjadi dalam proses belajar anak.
Pertama : Asosiasi atau classical conditioning ini berdasarkan
dari percobaan yang dilakukan Pavlov pada seekor anjing. Anjing tersebut
belajar mengeluarkan air liur pada saat bel berbunyi karena sebelumnya
disajikan daging setiap saat terdengar bel. Setelah beberapa saat, anjing itu
akan mengeluarkan air liur bila terdengar bunyi bel meskipun tidak disajikan
daging, karena anjing tadi mengasosiasikan bel dengan daging. Kita juga belajar
berperilaku dengan asosiasi. Misalnya, kata “Nazi” biasanya diasosiasikan
dengan kejahatan yang mengerikan. Kita belajar bahwa Nazi adalah jahat karena
kita telah belajar mengasosiasikannya dengan hal yang mengerikan.
Kedua : Reinforcement, orang belajar menampilkan
perilaku tertentu karena perilaku itu disertai dengan sesuatu yang menyenangkan
dan dapat memuaskan kebutuhan (atau mereka belajar menghindari perilaku yang
disertai akibat-akibat yang tidak menyenangkan). Seorang anak mungkin belajar
membalas penghinaan yang diterimanya di sekolah dengan mengajak berkelahi si
pengejek karena ayahnya selalu memberikan pujian bila dia membela hak-haknya.
Seorang mahasiswa juga mungkin belajar untuk tidak menentang sang professor di
kelas karena setiap kali dia melakukan hal itu, sang professor selalu
mengerutkan dahi, tampak marah dan membentaknya kembali.
Ketiga : Imitasi. Seringkali orang
mempelajari sikap dan perilaku sosial dengan meniru sikap dan perilaku yang
menjadi model. Seorang anak kecil dapat belajar bagaimana menyalakan perapian
dengan meniru bagaimana ibunya melakukan hal itu. Anak-anak remaja mungkin
menentukan sikap politik mereka dengan meniru pembicaraan orang tua mereka
selama kampanye pemilihan umum. Imitasi ini bisa terjadi tanpa adanya reinforcement
eksternal dan hanya melalui observasi biasa terhadap model.
Di antara
ketiga macam mekanisme belajar di atas, imitasi adalah mekanisme yang
paling kuat. Dalam banyak hal anak-anak cenderung meniru perilaku orang dewasa
dan selain orang tua si anak, guru di sekolah merupakan orang dewasa terdekat
kedua bagi mereka. Bahkan di zaman sekarang ini banyak terjadi kasus anak lebih
mempunyai kepercayaan terhadap guru dibanding pada orang tua mereka sendiri.
Maka dari itulah seorang guru harus bisa menunjukkan sikap dan keteladanan yang
baik di hadapan murid-muridnya, biar dikemudian hari tidak akan ada istilah
‘guru kencing berdiri, murid kencing berlari’.
Selain
keteladanan, kewibawaan juga perlu. Dengan kewibawaan guru menegakkan disiplin
demi kelancaran dan ketertiban proses belajar mengajar. Dalam pendidikan,
kewibawaan merupakan syarat mutlak mendidik dan membimbing anak dalam
perkembangannya ke arah tujuan pendidikan. Bimbingan atau pendidikan hanya
mungkin bila ada kepatuhan dari pihak anak dan kepatuhan diperoleh bila
pendidik mempunyai kewibawaan.
Kewibawaan dan kepatuhan merupakan
dua hal yang komplementer untuk menjamin adanya disiplin (S. Nasution, 1995).
Mujtahid
(2010) mengemukakan bahwa guru berperan sebagai perancang, penggerak, evaluator,
dan motivator dideskripsikan seperti berikut ini :
1.
Guru sebagai Perancang
Guru
sebagai perangcang yaitu menyusun kegiatan akademik atau kurikulum dan
pembelajaran, menyusun kegiatan kesiswaan, menyusun kebutuhan sarana prasarana
dan mengestimasi sumber-sumber pembiayaan operasional sekolah, serta menjalin
hubungan dengan orangtua, masyarakat, pemangku kepentingan dan instansi
terkait.
Guru
adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan dan identifikasi bagi para peserta
didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas
pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa dan disiplin. Berkenaan
dengan wibawa; guru harus memiliki kelebihan dalam merealisasikan nilai
spiritual, emosional, moral, sosial, intelektual dalam pribadinya, serta
memiliki kelebihan dan pemahaman ilmu pengetahuan, teknologi dan seni sesuai dengan bidang yang dikembangkan. Sedangkan disiplin
dimaksudkan bahwa guru harus mematuhi berbagai peraturan dan tata tertib secara
konsisten, atas kesadaran profesional karena mereka bertugas unutk
mendisiplinkan peserta didik didalam sekolah, terutama dalam pembelajaran. Oleh
karena itu menanamkan disiplin guru harus memulai dari dirinya sendiri, dalam
berbagai tindakan dan perilakunya.
3.
Guru sebagai penggerak
Guru
dikatakan sebagai penggerak, yaitu mobilisator yang mendorong dan menggerakkan
system organisasi sekolah. Untuk melaksanakan fungsi – fungsi tersebut, seorang
guru harus memiliiki kemampuan intelektual, misalnya mempunyai jiwa visioner,
creator, peneliti, jiwa rasional, dan jiwa untuk maju. Kepribadian seperti
luwes, wibawa, adil dan bijaksana juga jujur.
Untuk
mendorong dan menggerakkan system sekolah yang maju memang membutuhkan
kemampuan brilian tersebut guna mengefektifkan kinerja sumber daya manusia
secara maksimal dan berkelanjutan. Sebab itu pola ini dapat terbangun secara
kolektif dan dilaksanakan dengan sungguh oleh guru, maka akan muncul perubahan
besar dalam system manajemen sekolah yang efektif. Melalui cita – cita dan visi
benar inilah guru sebagai agen penggerak diharapkan mempunyai rasa
tanggungjawab, rasa memiliki, serta rasa ingin memajukan lembaga sekolahnya
sebagai tenda besar mendedikasikan hidup mereka.
4.
Guru sebagai Evaluator
Guru
menjalankan fungsi sebagai evaluator, yaitu melakukan evaluasi/penilaian
terhadap aktivitas yang telah dikerjakan dalam system sekolah. Peran ini
penting, karena guru sebagai pelaku utama dalam menentukan pilihan serta
kebijakan yang relevan demi kebaikan system yang ada di sekolah, baik
menyangkut kurikulum, pengajaran, sarana – prasarana, sasaran dan tujuan.
Evaluasi atau penilaian merupakan aspek pembelajaran yang paling kompleks,
karena melibatkan banyak latar belakang dan hubungan, serta variabel yang
mempunyai arti apabila berhubungan dengan konteks yang hampir tidak mungkin
dapat dipisahkan dengan setiap segi penilaian. Sebagai suatu proses, penilaian
dilaksanakan dengan prinsip-prinsip dan dengan teknik yang sesuai, mungkin tes
ataupun non tes. Teknik apapun yang dipilih, penilaian harus dilakukan dengan
prosedur yang jelas, yang meliputi 3 tahap yaitu persiapan, pelaksanaan dan
tindak lanjut. Selain menilai peserta didik, guru harus pula menilai dirinya
sendiri baik sebagai perencana maupun penilai program pembelajaran. Oleh karena
itu ia harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang penilaian program
sebagai mana memahami penilaian hasil belajar.
5.
Guru sebagai Motivator
Dalam
proses pembelajaran, motivasi merupakan penentu keberhasilan. Seorang guru
memerankan diri sebagai motivator murid – muridnya. Guru sebagai motivator
artinya guru sebagai pendorong siswa dalam rangka meningkatkan kegairahan dan
pengembangan kegiatan belajar siswa. Sering terjadi siswa yang kurang
berprestasi, hal ini bukan disebabkan karena memiliki kemampuan yang rendah,
akan tetapi disebabkan tidak adanya motivasi belajar dari siswa sehingga ia
tidak berusaha untuk mengerahkan segala kemampuannya. Dalam hal seperti ini
guru sebagai motivator harus dapat mengetahui motif – motif yang menyebabkan
daya belajar siswa yang rendah yang dapat menyebabkan menurunnya prestasi
belajarnya. Guru harus merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement
untuk membangkitkan kembali gairah dan semangat belajar siswa. Proses
pembelajaran akan lebih berhasil jika siswa memiliki motivasi dalam belajar,
maka guru dituntut kreatif membangkitkan motivasi belajar siswa. Beberapa upaya
guru dalam memberikan motivasi belajar, yaitu sebagai berikut :
- Memperjelas tujuan yang ingin dicapai.
Tujuan
yang jelas dapat membuat siswa paham ke arah mana ia ingin dibawa. Pemahaman
siswa tentang tujuan pembelajaran dapat menumbuhkan minat siswa untuk belajar
yang pada gilirannya dapat meningkatkan motivasi belajar.
- Membangkitkan minat siswa
Beberapa
cara yang dapat dilakukan minat belajar siswa di antaranya :
-
Hubungan bahan pelajaran yang akan di ajarkan dengan kebutuhan siswa
-
Sesuaikan materi pelajaran dengan tingkat pengalaman dan kemampuan siswa
-
Gunakan berbagai model dan strategi pembelajaran secara bervariasi.
- Ciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar.
Siswa hanya mungkin dapat belajar dengan baik, manakala ada
dalam suasana yang menyenangkan, merasa aman bebas dari rasa takut.
- Berilah pujian yang wajar terhadap setiap keberhasilan siswa.
Motivasi akan tumbuh manakala siswa merasa dihargai.
Memberikan pujian yang wajar merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan
untuk memberikan penghargaan.
- Berikan Penilaian
Banyak
siswa yang belajar karena ingin memperoleh nilai bagus. Untuk itu mereka
belajar dengan giat. Bagi sebagian siswa nilai dapat menjadi motivasi yang kuat
untuk belajar.
Sementara itu menurut Muhtar (1992), guru juga berperan sebagai :
a)
Fasilitator perkembangan siswa
Kemampuan
dan potensi yang dimiliki siswa tidak mungkin dapat berkembang dengan baik
apabila tidak mendapat rangsangan dari lingkungannya. Dalam suasana sekolah,
guru diharapkan dengan siswa secara individual telah mempunyai kemampuan dan
potensi itu. Dengan kata lain mempunyai peranan sebagai fasilitator dalam
mengantarkan siswa ke arah hasil pendidikan yang tinggi mutunya.
b)
Agen pembaharuan
Kehidupan manusia merupakan
serangkaian perubahan-perubahan yang nyata. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi pada era globalisasi ini mengalami kepesatan yang melangit. Dalam hal
ini, guru dituntut untuk tanggap terhadap perubahan dan dituntut untuk bertugas
sebagai agen pembaharuan dan mampu menularkan kreatifitas dan kesiapan mental
siswa.
c) Pengelola kegiatan
proses belajar mengajar
Guru dalam hal ini bertugas
mengarahkan kegiatan belajar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Oleh
karena itu dalam menyajikan materi pelajarannya. Guru berperan dan bertugas
sebagai pengelola proses belajar mengajar.
d)
Pengganti orang tua di sekolah
Guru
dalam hal ini harus dapat menggantikan orang tua siswa apabila siswa sedang
berada di sekolah. Dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengganti orang tua,
guru-guru harus mampu menghayati hubungan kasih sayang seorang bapak atau
seorang ibu terhadap anaknya. Oleh karena itu, guru mampu mengenal suasana
siswa di rumah atau dalam keluarganya.
Sementara itu materi kuliah Sosiologi dan antropologi
oleh Prof. Dr H. Wahyu, Ms disebutkan tentang peranan guru sebagai berikut :
1. Peran guru sebagai pendidik
2. Peran guru sebagai model atau contoh bagi anak
3. Peran guru sebagai pengajar dan pembimbing dalam
pengalaman belajar
4. Peran guru sebagai pelajar (leaner)
5. Peran guru sebagai komunikator pembangunan masyarakat
6. Guru sebagai administrator
7. Peran guru dalam proses belajar mengajar sebagai
demontrator
8. Guru sebagai pengelola kelas (learning Manger)
9. Guru sebagai mediator dan fasilitator.
10. Peran guru dalam pengadministrasian (wahyu, 2012: 75-78)
Sementara itu guru mempunyai fungsi,
sebagai mana disebutkan oleh Syaiful Bahri Djamarah sebagai berikut :
1. Inisiator
2.Korektor
3.inspirator
4.Informator
5.Mediator
6. Demonstrator
7.Motivator
8.Pembimbing
9.Fasilitator
10. Organisator
11. Evaluator
12. Pengelola kelas
13. Supevisor.
(Syaiful Bahri Djamarah, 2000 : 43-48)
D.
Peranan Guru dalam Masyarakat
Peranan
guru dalam masyarakat tergantung pada gambaran masyarakat tentang kedudukan
guru dan status sosialnya di masyarakat. Kedudukan sosial guru berbeda di
negara satu dengan negara lain dan dari satu zaman ke zaman lain pula. Di
negara-negara maju biasanya guru di tempatkan pada posisi sosial yang tinggi
atas peranan-peranannya yang penting dalam proses mencerdaskan bangsa. Namun
keadaan ini akan jarang kita temui di negara-negara berkembang seperti
Indonesia.
Sebenarnya
peranan itu juga tidak terlepas dari kualitas pribadi guru yang bersangkutan
serta kompetensi mereka dalam bekerja. Pada masyarakat yang paling menghargai
guru pun akan sangat sulit untuk berperan banyak dan mendapatkan kedudukan
sosial yang tinggi jika seorang guru tidak memiliki kecakapan dan kompetensi di
bidangnya. Ia akan tersisih dari persaingan dengan guru-guru lainnya. Apalagi
guru-guru yang tidak bisa memberikan keteladanan bagi para muridnya, sudah
barang tentu ia justru menjadi bahan pembicaraan orang banyak. Jika dihadapan para
muridnya seorang guru harus bisa menjadi teladan, ia pun dituntut hal yang sama
di dalam berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Kenapa demikian ? Karena hal
tersebut sesuai pula dengan kedudukan mereka sebagai agent of change yang
berperan sebagai inovator, motivator dan fasilitator terhadap kemajuan serta
pembaharuan.
Dalam
masyarakat, guru adalah sebagai pemimpin yang menjadi panutan atau teladan
serta contoh (reference) bagi masyarakat sekitar. Mereka adalah pemegang
norma dan nilai-nilai yang harus dijaga dan dilaksanakan. Ini dapat kita lihat
bahwa betapa ucapan guru dalam masyarakat sangat berpengaruh terhadap orang
lain. Ki Hajar Dewantoro menggambarkan peran guru sebagai stake holder atau
tokoh panutan dengan ungkapan-ungkapan Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madya
Mangun Karso, Tut Wuri Handayani.
Ing ngarsa sung tulada : "(yang) di depan memberi teladan/contoh"
Ing madya mangun karsa : "(yang)" di
tengah membangun prakarsa/ semangat"
Ketiga prinsip tersebut sampai sekarang masih
tetap dipakai sebagai panduan dan pedoman dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Dengan ketiga prinsip tersebut,
tampak jelas bahwa guru memang sebagai “pemeran aktif”, dalam keseluruhan
aktivitas masyarakat sercara holistik. Tentunya para guru harus bisa
memposisikan dirinya sebagai agen yang benar-benar membangun, sebagai pelaku
propaganda yang bijak dan menuju ke arah yang positif bagi perkembangan masyarakat.
(T. Raka Joni, 1984).
E.
Pemahaman Masyarakat Banjar Tentang Guru
1. Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama, yang
menghasilkan budaya ( Soemarjan, 1968).
Adapun
unsur-unsur masyarakat sebagai berikut :
a.
Hidup
bersama
b.
Bercampur
untuk jangka waktu lama
c.
Mereka
sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan
d.
Mereka
merupakan suatu sistem hidup bersama (
Soekanto, 1982)
2. Masyarakat Banjar
Menurut Idwar saleh yang dikutip oleh wahyu, (2012:246), menyatakan bahwa Banjar bukanlah
sebutan atau nama sebuah suku, karena bukan kesatuan etnik, maknanya suku
Banjar tidak ada. Yang ada hanya\lah group atau kelompok besar yaitu, kelompok
Banjar Kuala, kelompok Banjar Batang Banyu, dan Banjar Pahuluan, itulah
sebabnya, Banjar bukan sebuah nama suku, tetapi nama kelompok masyarakat, yakni
masyarakat Banjar.
Sementara
itu J.J Rass dalam Wahyu, (20012 : 246) menyatakan bahwa Banjar adalah istilah
untuk menunjukkan sekelompok orang yang tinggal di satu wilayah kampun yang
dikenal sebagai Bandjarmasih, dimuara sungai Kuin.
![](file:///C:/Users/acer/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.jpg)
Gambar kampung masyarakat Banjar Batang Banyu
(di ambil dari internet http://id.wikipedia,gambar kampung masyarakat Banjar, pada hari sabtu,15 Juni 2013, pukul .23.00)
Dari
dua pendapat diatas dan juga melihat gambar kampung masyarakat Banjar Batang
Banyu menunjukkan bahwa Banjar adalah satu istilah yang digunakan untuk
menyebutkan sekelompok orang yang hidup dan tinggal di satu daerah atau
kampung.
Begitu juga berdasarkan analisis
Wahyu ( 2012: 246) menyatakan bahwa Banjar adalah satu istilah yang digunakan
untuk menunjukkan sekelompok orang yang tinggal disatu daerah, wilayah, atau
kampung, bukan nama suku, sebagaimana suku-suku yang lain.
Seorang
penyair yang tersohor di Kalimantan Anang Ardiansyah melukiskan sebuah lagu
yang berjudul “Pembatangan”, liriknya sebagai berikut :
Matan dihulu membawa rakit bagandingan,
bahanyut matan di udik Barito awal
hari baganti minggu,
siang dan malam waktu hari baganti
hari
istilah urang mancari razaki kada
talapas lawan gawi.
Panas hujan kada manjadi papantangan
kada heran tatap dirasaakan
mananjak batang sambil barame ramean
akhirnya sampai katujuan
inilah nasib manjadi urang
pambatangan
lamun nasib sudah ditantu akan
insyaAllah ada harapan
Menurut Wahyu masyarakat Banjar yang dikenal relegius harus
terus dipupuk. Artifak utama seribu Masjid dan langgar, sejumlah pesantren dan
madrasah menjadi sarana utama pengembangan budaya spiritual. Ini harus
dipertahankan tetapi tentu saja melalui modifikasi dan rekonstruksi sehingga
mampu menjadi penyangga perkembangan budaya masyarakat di era kontemporer ini
(2012, :2467)
3.
Guru menurut Masyarakat Banjar
Dari hasil wawancara penulis dengan beberapa
orang menyatakan bahwa Guru dalam masyarakat banjar disebut mualim, paguruan,
ustad, yang memiliki ilmu yang tinggi
dan dalam pada bidang agama . persepsi mereka terhadap guru yang mengajar
disekolah atau lembaga pendidikan yang sifatnya formal memang memiliki nilai
positif dan terpandang apalagi pegawai negeri, namun sebagian mereka juga
menyebutkan bahwa guru dalam arti pemberi ilmu dalam suatu majelis taklim
justru lebih mempunyai nilai positif dan kharismatik yang luar biasa dimata
masyarakat Banjar. Misalnya Tuan Guru Zaini Gani (guru Ijai Martapura), Tuan
guru KH Ahmad Bakri (guru Bakri Gambut), KH. Guru Juhdi Banjarmasin, memiliki jamaah yang begitu
banyak ratusan bahkan ribuan jamaah yang selalu hadir dalam setiap pengajian
dilaksanakan.
Menurut hasil perkuliahan
penulis ada informasi yang dinyatakan oleh Prof. Dr.H. Wahyu, Ms, Bahwa menurut masyarakat banjar guru swasta (
nonformal) lebih mempunyai wibawa daripada guru formal atau pegawai negeri.
Dengan demikian ada benang merahnya bahwa
pemahaman masyarakat banjar tentang guru ada perbedaan pandangan. Namun demikian
menurut hemat penulis bahwa guru itu dalam arti digugu dan di tiru ( di
dengarkan dan di ikuti ) karena memang
guru itulah yang merupakan jiwa suatu negara , dengan adanya guru masyarakat
akan mendapatkan ilmu, baik ilmu dunia maupun ilmu akhirat, selama guru itu
mengamalkan ajaran agama dan mengikuti sunnah Nabi Saw.
Sebuah lagu :
Hymne Guru :
Terpujilah wahai engkau ibu bapa guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku,
semua baktimu akan ku ukir di dalam hati ku
sebagai prasasti trimakasihku tuk pengabdianmu
Engkau sebagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa tanpa tanda jasa.
Dari
lagu diatas jelaslah bahwa guru adalah pahlawan dalam memberantas kejahilan dan
kebodohan.
Trimakasih
guru ku
Semoga
ilmu yang kau berikan berguna untuk semua....
F. Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat
disimpulkan hal-hal sebagai berikut
1.
Kedudukan sebagai guru dapat
dipandang sebagai yang tinggi atau rendah, tergantung di mana ia berada pada
tempat dan kondisinya.
2.
Guru tidak hanya memiliki satu peran
saja, akan tetapi ia bisa berperan sebagai seorang dewasa, sebagai seorang pengajar,
sebagai seorang pendidik, sebagai pemberi contoh dan sebagainya bagi anak-anak
didiknya dan bagi masyarakat di sekitarnya.
3.
Peranan guru terhadap murid-muridnya
merupakan peran vital dari sekian banyak peran yang harus ia jalani. Hal ini dikarenakan
komunitas utama yang menjadi wilayah tugas guru adalah di dalam kelas untuk
memberikan keteladanan, pengalaman serta ilmu pengetahuan kepada mereka.
4.
Dalam masyarakat, guru adalah
sebagai pemimpin yang menjadi panutan atau teladan serta contoh (reference)
bagi masyarakat sekitar. Mereka adalah pemegang norma dan nilai-nilai yang
harus dijaga dan dilaksanakan.
5.
Bahwa menurut masyarakat banjar guru swasta (guru
majelis taklim, nonformal)
lebih mempunyai wibawa dan kharismatik dimata masyarakatdaripada guru
pegawai negeri (formal).
Terimakasih atas info nya yang penting dan menambah wawasan ilmu says
BalasHapusTerimakasih atas info nya yang penting dan menambah wawasan ilmu says
BalasHapus