Minggu, 02 Februari 2014

Manajemen Konflik



MANAJEMEN  KONFLIK
PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) NEGERI 1
TAMBAN KABUPATEN BARITO KUALA


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah

Dalam  kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.  Saling berinteraksi antara yang satu dengan yang lain, antar keluarga, tetangga, masyarakat bahkan antar bangsa yang satu  dengan bangsa yang lain , dan antar negara yang satu dengan negara yang lain, tidak lain untuk saling membutuhkan. Manusia tidak bisa hidup sendirian, karena itu tolong menolong sangat diperlukan. Dalam Al-Qur’an ditegaskan :
“Dan tolong menolonglah kamu dalam kebajikan dan taqwa  dan jangan tolong menolong dalam perbuatan keji dan pelanggaran”.
Ayat diatas menegaskan perintah untuk saling tolong menolong, bantu membantu untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam hal kebajikan, kebaikan dan taqwa bukan tolong menolong dalam perbuatan yang tidak baik, yakni perbuatan keji dan pelanggaran.
Dalam membina kerukunan hidup baik di lingkungan keluarga, masyarakat, juga organisasi dilembaga pendidikan Islam,  tentu tidak semuanya berjalan dengan baik, tentu ada persoalan dan permasalahan yang harus dihadapi yang terkadang persoalan kecil bisa jadi besar karena kurang tepat dalam penyelesaian persoalan tersebut, namun ada juga persoalan yang besar bisa diselesaikan dengan baik karena tepat dalam menyelesaikannya.
Persoalan dan masalah bisa terjadi karena ada kesenjangan, ketidak puasan, tidak menyenangkan bagi salah satu pihak yang bersangkutan dalam segala urusan, yang kemudian munculah istilah yang kita sebut konflik.

Kartono menyatakan bahwa :” konflik diartikan sebagai: akibat biasa dari  keanekaragaman individu manusia dengan sifat-sifat yang berbeda dan tujuan hidup yang tidak sama pula”.[1]

Untuk lebih memahami apa itu konflik dan bagaimana menyelesaikan konflik maka dalam kesempatan ini penulis menyajikan mengadakan penelitian yang sederhana ini dengan judul : Manajemen  Konflik Pada Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Tamban Kabupaten Barito Kuala.
B.     Tujuan
Adapun tujuan penelitian adalah
1. Mendeskripsikan dan menggambarkan bagaimana konflik  pada SMAN 1 Tamban
2.   Mendeskripsikan cara kepala sekolah mengatasi konflik di SMAN 1 Tamban
C.    Manfaat dan Kegunaan Penelitian adalah
1.      Untuk memberikan informasi tentang konflik di SMAN 1 Tamban
2.      Sebagai bahan masukan cara mengatasi masalah konflik di SMAN 1 Tamban
3.      Sebagai informasi bagi penelitiTam yang lebih mendalam lagi berkenaan dengan manajemen konflik di SMAN 1 Tamban





BAB II
KAJIAN TEORI

A.    Pengertian  dan fungsi Manajmen

1.      Pengertian Manajemen

Manajemen berasal dari Inggris dari kata kerja “to manage” yang berarti mengurus, mengatur, melaksanakan, mengelola[2] bersinonim dengan “to hand” yang berarti mengurus, to control yang berarti memeriksa, to guide (memimpin).[3]
Sedangkan Sondang P Siagian  mengartikan manajemen sebagai kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh suatu hasil dalam rangka mencapai tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain.[4]
Ramayulis[5] menyatakan bahwa pengertian yang sama dengan hakikat manajemen adalah al-tadbir (pengaturan). Kata ini merupakan derivasi dari kata dabbara (mengatur) yang banyak terdapat dalam Al Qur’an seperti firman Allah SWT :
يُدَبِّرُ اْلأَمْرَ مِنَ السَّمَآءِ إِلَى اْلأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُه  
أَلْفَ سَنَةِ مِّمَّا تَعُدُّون
Artinya : Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu”. (Al Sajdah : 05).
Dari isi kandungan ayat di atas dapatlah diketahui bahwa Allah swt adalah pengatur alam (manager). Keteraturan alam raya ini merupakan bukti kebesaran Allah swt dalam mengelola alam ini. Namun, karena manusia yang diciptakan Allah SWT telah dijadaikan sebagai khalifah di bumi, maka dia harus mengatur dan mengelola bumi dengan sebaik-baiknya sebagaimana Allah mengatur alam raya ini.
Sementara manajemen menurut istilah adalah proses mengkordinasikan aktifitas-aktifitas kerja sehingga dapat selesai secara efesien dan efektif dengan dan melalui orang lain.[6].
Adapun Husnul Yaqin, memberikan pengertian bahwa manajemen adalah suatu proses atau fungsi-fungsi yang harus dijalankan dalam suatu kelompok tertentu secara efektif dan efisien sehingga dapat mencapai hasil atau tujuan yang ditetapkan.[7]
Bila kita perhatikan dari beberapa pengertian manajemen di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa manajemen merupkan sebuah proses pemanfaatan semua sumber daya melalui bantuan orang lain dan bekerjasama dengannya, agar tujuan bersama bisa dicapai secara efektif, efesien, dan produktip.
2.  Fungsi Manajemen
Fungsi manajemen menurut George R Terry, terdiri dari: a). perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), memberi dorongan (actuating), dan pengawasan (controlling). b). Terdiri dari perencanaan, pengorganisasian memberi motivasi, dan pengawasan. c). Terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, staffing, memberi pengarahan (directing), dan pengawasan. d). Terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, staffing, memberi pengarahan, pengawasan, inovasi dan memberi peranan. e). Terdiri dari perencanaan, pengorganisasian,  memberi motivasi, pengawasan dan koordinasi. (Terry, 2000: 15-16) [8]
Dari beberapa kelompok tersebut dari fungsi manajemen  tersebut ada tiga fungsi yang sama, yaitu perencanaan, pengorganisasian dan pengawasan. Ada juga dalam kombinasi fungsi manajemen,  seperti actuating  atau motivating atau justru dikeluarkan sama  sekali, kemudian memasukkan staffing dan directing. Perbedaan ini dilandasi perbedaan pendapat, ada yang mengatakan bahwa staffing    sudah merupakan bagian dari organizing, dan directing adalah sama dengan actuating atau motivating. Ada juga yang berkeyakinan bahwa innovating, representing dan coordinating merupakan fungsi-fungsi yang fundamental.[9]

Terry (2000) mendefinisikan fungsi-fungsi manajemen tersebut adalah sebagai berikut:
a. Planning, adalah perencanaan, yaitu sesuatu pekerjaan yang dilaksanakan sebelum memulai pekerjaan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, yang meliputi pengambilan keputusan, dan pemilihan alternatif-alternatif keputusan, makanya diperlukan kemampuan visualisasi dan melihat ke depan guna merumuskan suatu pola dari himpunan tindakan untuk masa mendatang.
b. Organizing, adalah pengorganisasian yang di dalamnya menuntut adanya pembagian komponen-komponen kegiatan guna menentukan dan mencapai tujuan yang ditetapkan bersama, membagi tugas untuk mengadakan pengelompokan tersebut, menetapkan wewenang di antara kelompok atau unit-unit organisasi.
c.  Actuating, yang biasa disebut gerak aksi, fungsi ini mencakup kegiatan yang dilakukan seorang manajer untuk mengawali dan melanjutkan kegiatan yang ditetapkan oleh unsur perencanaan dan pengorganisasian agar tujuan-tujuan dapat tercapai. Gerak aksi dalam melakukan pekerjaan meliputi penetapan dan pemuasan kebutuhan manusiawi dari pegawai-pegawainya, memberi penghargaan, memimpin, mengembangkan dan memberi kompensasi kepada mereka.
d. Motivating, ini merupakan kata yang lebih disukai oleh beberapa pihak dari pada actuating yang mereka menganggapnya sama. Tetapi ada yang membedákan sebab motivating lebih condong kepada perasaan yang terdorong dari hati sanubari manusia, sedangkan actuating konotasinya emosional dan irrasional.
Disini berarti actuatinglebih bersifat motivasional dan mencakup lebih banyak  formulasi formal dan rasional.
e  Staffing, adalah cara mendapatkan, menempatkan dan mempertahankan   anggota  pada posisi yang sesuai antarapekerjaan organisasi dan kemampuan pegawai.
 f   Directing, adalah salah satu fungsi manajemen untuk memberikanpengarahan kepada bawahan sehingga mereka menjadi pegawaiyang terampil dan menjalankan tugasnya dengan benar termasukmemberikan orientasi kepada pegawai, misalnya menyediakaninformasi antar bagian, antar pribadi tentang keadaan, kebijakandan tujuan organisasi, penugasan, penjabaran pelaksanaan tugas,memperbaiki pelaksanaan tugas dan menyediakan jalur-jalur komunikasi yang diperlukan.
g  Controlling adalah salah satu kegiatan manajer sebagai pengontrol, yang berguna untuk melihat apakah pekerjaan dilaksanakansesuai dengan rencana, untuk dievaluasi, apa hambatan dan penyimpangan-penyimpangan yang tidak diinginkan, kemudiandicarikan solusi untuk perbaikan. Penyimpangan-penyimpangantersebut harus dipertanggungjawabkan sekaligus dicarikan solusidan mengambil langkah perbaikan terhadap hal yang telahdilaksanakan, demikian juga sebaliknya manajer juga harus dapat
memberikan imbalan untuk mérangsang pekerja yang giat.
h   Inovating, adalah pengembangan gagasan-gagasan baru,
mengkombinasikan pemikiran baru dengan yang lama, menead gagasan-gagasan dari kegiatan lain dan melaksanakannya ataudapat juga dilakukan dengan cara memberi stimulasi kepadarekan-rekan sekerja untuk mengembangkan dan menerapkan
gagasan-gagasan baru di dalam pekerjaan. Maka pada tataran ini,tugas seorang manager bersifat kreatif dan adoptif. menegaskan bahwa sebagian besar pengikut kelompok paham
manajemen sependapat bahwa jika hanya mengerjakan sesuatu tidak lebih dari hal-hal yang sudah dikerjakan sebelumnya, berarti menghambat kemajuan. Akan tetapi pendapat lain tentang inovasi mempermasalahkan bahwa ini sudah termasuk dalam planning yang memotong kompas tugas, agar berusaha lebih giat dari sebelumnya di samping untuk memanfaatkan kesempatan yang ada guna mengadakan perbaikan seperlunya.
i. Representíng adalah pelaksanaan tugas pegawai sebagai anggota resmi dalam melaksanakan tugas dan urusannya dengan pihak lain seperti pemerintah, kalangan swasta, bank, langganan, penjual dan kalangan luar lainnya, yang kebanyakan dilakukan dengan negoisasi yang berhati-hati, luwes dan menyenangkan serta penampilan yang terpercaya.
j. Coordinating adalah sinkronisasi hubungan yang teratur dari usaha-usaha individu yang berhubungan dengan jumlah waktu dan tujuan, sehingga dapat diambil tindakan yang serempak menuju sasaran yang ditetapkan. Untuk mencapai koordinasi tersebut, antar anggota harus dapat melihat bagaimana kegiatan-kegiatan perseorangan dapat membantu tercapainya tujuan organisasi/lembaga.[10]

Dari kesepuluh fungsi manajemen tersebut dapat disimpulkan menjadi empat fungsi manajemen, yaitu planning, organizing, actuating dan controlling. Kesimpulan tersebut disebabkan adanya sebuah fungsi yang sama dan dapat dikerjakan dalam fungsi lain. Seperti motivating, staffing dan directing dapat disimpulkan pada actuating. Representíngdan inovating masuk dalam fungsi manajemen planning. Dan coordinating masuk pada organizing. [11]

B.     Manajemen Konflik
1.        Pengertian Manajemen Konflik
Ada beberapa definisi konflik menurut para ahli, sebagai berikut:

Definisi konflik (dari kata con-fligere, conflictum = saling berbenturan) ialah semua bentuk benturan, tabrakan, ketidak sesuaian, ketidak serasian, pertentangan, perkelahian, oposisi dan interaksi-interaksi yang antagonis.
 Kata konflik mempunyai beberapa makna, makna negatif, positif dan netral. Dalam pengertian yang negatif konflik indentik dengan sifat-sifat animalistik, kebuasan, kekerasan, barbarisme, destruksi, pengrusakan, penghancuran, irrasionalisme, tanpa kontorol emosional, hura-hura, pemogokan, perang, dan seterusnya. Dalam definisi positif, maka konflik dihubungkan dengan peristiwa, petuálangan, hal-hal yang baru, inovasi, pembersihan, pemurnian, pembaharuan, penerangan batin, kreasi, pertumbuhan, perkembangan, rasionalitas, kreasi, pertumbuhan, perkembangan, mawas diri, perubahan dan seterusnya. Sedangkan dari pandangan netral, maka konflik diartikan sebagai: akibat biasa dari keanekaragaman individu manusia dengan sifat-sifat yang berbeda dan tujuan hidup yang tidak sama pula. (Kartono, 1983: 172-173)[12]

Konflik dalam bahasa Inggris "conflict" berarti percekcokan, konflik, perselisihan, pertentangan .[13] Konflik juga berarti pertentangan faham, pertikaian, perselisihan. [14]
Sementara itu Hendrics memandang bahwa konflik adalah sesuatu yang tak terhitung, konflik melekat erat dalam jalinan kehidupan. Ummat manusia selalu berjuang dengan konflik. Oleh karenanya sampai sekarang dituntut untuk memperhatikan konflik, kita memerlukan meredam konflik.[15]
Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan-pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi.[16],
Clinton F.Fink (dalam Kartono, 1983) mendefinisikan konflik sebagai berikut:
a.  Konflik adalah relasi-relasi psikologis yang antagonistis, berkaitan dengan tujuan-tujuan yang tidak dapat disesuaikan, interest-interest eksclusif, dan tidak dapat dipertemukan, sikap-sikap emosional yang bermusuhan, dan struktur-struktur nilai yang berbeda.
b. Konflik adalah interaksi yang antagonis, mencakup; tingkah laku yang lahiriah tampak jelas, mulai dari bentuk-bentuk perlawanan halus terkontrol, tersembunyi, tidak langsung sampai pada bentuk perlawanan terbuka, kekerasan, perjuangan tidak terkontra]^ peraturan laten, pemogokan, hura-hura, malear, gerilya, perang dan lain-lain.
Konflik adalah segala bentuk interaksi yang bersifat oposisi atau suatu interaksi yang bersifat antagonis (berlawanan, bertentangan atau berseberangan).[17] Menurutnya, konflik timbul akibat kepentingannyayang terganggu. Kepentingan individu, kelompok atau organisasi merupakan bahan baku kerja sama yang erat dan harmonis dan dapat pula menjadi bahan baku yang efektif timbulnya konflik.[18]
Dari beberapa definisi tersebut belum diketemukan uraian tentang manajemen konflik (istilah baru) sehingga diketahui bahwa manajemen konflik adalah bagaimana mengurus, mengelola, menata sesuatu yang terjadi, baik berupa perilaku yang antagonis, bentuk-bentuk perlawanan, perselisihan, benturan-benturan laten, pemogokan, demo agar tetap dapat melaksanakan kegiatan organisasi dalam mencapai tujuan yang ditetapkan secara efektif dan efisien.
Selanjutnya Hendyat Soetopo membuat kesimpulan, bahwa konflik adalah suatu pertentangan dan ketidaksesuaian kepentingan, tujuan, dan kebutuhan dalam situasi formal, sosial, dan psikologis, sehingga menjadi antagonis, ambivalen, dan emosional. Dengan demikian, unsur-unsur konflik terdiri atas: 1) adanya pertentangan, ketidaksesuaian, perbedaan, 2) adanya pihak-pihak yang berkonflik, 3) adanya situasi dan proses, 4) adanya tujuan, interes/kepentingan, kebutuhan.[19]
Manajemen konflik tujuan utamanya adalah untuk membangun dan mempertahankan hubungan kerja sama dengan para bawahan, para rekan sejawat, atasan dan pihak luar. Konflik akan terjadi bila kedua belah pihak menunjukkan permusuhan dan menghalangi usaha masing-masing untuk mencapai tujuan, termasuk persaingan akan sumber daya, ketidaksesuaian dari tujuan tugas, kedwiartian dalam masalah yuridis, pertikaian mengenai status, hambatan-hambatan komunikasi, dan kepribadian yang tidak cocok satu sama lain. [20]

2.   Pandangan Teori Manajemen dan Pemimpin Terhadap Konflik
Dilihat dari perspektif historis pandangan teori manajemen terhadap konflik terpecah menjadi dua kelompok.
Kelompok Pertama; manajemen tradisional (Traditional management-historical view) membandang bahwa suatu konflik harus dihindari atau bahkan dihilangkan. Pandangan ini didasari realita bahwa organisasi yang baik adalah jika di dalamnya tidak dijumpai adanya konflik, sebab pendapat ini memandang konflik semata akibat kesalahan manajemen (manaiewent errors), misalnya jika di dalam organisasi terdapat kesenjangan pantara pengusaha-pekerja dalam hal ini hambatan komunikasi dan hambatan psikologis untuk saling percaya.
 Kelompok kedua yakni manajemen modern (modern-current view)  memandang konflik dengan cara yang berbeda dengan sebelumnya konflik dalam hal ini dianggap dapat meningkatkan kinerja organisasi jika memang dikelola dengan baik. Organisasi yang bermutu justru di dalamnya dapat dijumpai muatan-muatan konflik-konflik yang akhirnya dapat menstimulasi dan memotivasi pekerja dalam meraih prestasi terbaik. Oleh karena itu konflik dianggap merupakan sebagai bagian integral atau tak terpisahkan dari dinamika organisasi. [21]
Sujak dalam Hendyat melihat konflik dari dua sudut pandang, yaitu pandangan lama dan pandangan baru.[22] Untuk memahami dua pandangan ini, berikut disajikan pada tabel  berikut:
Tabel Pandangan terhadap Konflik[23]
Pandangan Lama
Pandangan Baru
1 .Konflik harus dihilangkan dari organisasi, karena dapat mengganggu organisasi dan merusak prestasi.
2   Dalam organisasi yang baik tidak ada konflik
3.    Konflik harus dihindari
4.  Konflik jelek, karena dapat menjurus ketingkat stres yang lebih tinggi, memunculkan kejahatan dan sabotase terhadap program
5. Dengan mengoordinasikan program secara baik, manajer akan membentuk perilaku pegawai sepenuhnya.
1. Konflik sesungguhnya meningkatkan prestasi organisasi. Maka harus dikelola dengan baik.
2. Dalam organisasi yang baik, konflik yang memuncak mendorong anggota memacu prestasi
3. Konflik merupakan bagian integral  dari kehidupan organisasi
4. Konflik itu baik karena dapat merangsang untuk memecahkan masalah
5. Banyak faktor yang menentukan perilaku pegawai dalam pekerjaannya. Manajer tidak dapat mengontrol faktor-faktor situasional dan harus menghadapi kemungkinan terjadinya konflik.



Teori konflik menurut Marx dan Weber, dalam Nur Zazin,  mengasumsikan ketegangan dalam masyarakat dan bagian-bagiannya yang ditimbulkan oleh keinginan berkompetisi dari individu dan kelompok yang bervariasi- Kemudian teori ini dibawa ke dunia pendidikan, tetapi cenderung pada teori sosial, bukan pada manajer dan bawahan, tetapi lebíh pada hubungan masyarakat dengan lembaga pendidikan.,
Misalnya Marx dan Weber menerapkan tingkat teori konflik yang dipegang oleh para teoritis sekarang, yakni penelitian yang berasal dari perspektif teori konflik cenderung untuk fokus pada ketegangan yang bermunculan oleh kekuasaan dan konflik pada akhirnya menyebabkan perubahan pada sistem pendidikan. [24]
Para teoritis konflik memandang pendidikan masa sebagai sebuah alat dari masyarakat kapitalís, mengontrol masuknya ke dalam level pendidikan yang lebih tinggi melalui seleksi, alokasi dan manipulasi publik. Penerapan ide ini di tingkat sekolah dan kelas Williard Waller mengatakan bahwa sekolah berada dalam keadaan ketidakseimbangan yang konstan, guru diancam kehilangan pekerjaan karena tidak disiplin, penguasa secara konstan diancam oleh siswa, orang tua, dewan sekolah, dan alumni yang mewakili, pihak lain yang sering berkompetisi, dan kolompok-kelompok yang berminat dalam sistem. (Ballantine, 1993 :11)
Menurut Mulyadi dalam Soetopo bahwa dalam kehidupan organisasi secara nyata, konflik bisa menguntungkan dan bisa merugikan. Konflik yang menguntungkan disebut konflik fungsional, sedangkan konflik yang merugikan disebut konflik disfungsional.[25]
Sedangkan pandangan pemimpin terhadap konflik, seorang pemimpin kebanyakan mengembangkan tiga macam pendekatan, yaitu: 1). Pendekatan pemimpin tradisional, 2). Pendekatan pemimpin netral (behavioral), dan 3). Pendekatan pemimpin modern atau interaksioanistis.[26]
a. Pendekatan pemimpin tradisional, menyatakan bahwa konflik bersifat negatif dan merugikan. Karenanya konflik harus dilenyapkan, demi kerukunan dan keharmonisan. Pendapat ini berkembang pada tahun 1940-an.
Pemimpin semacam ini memandang bahwa tingkah laku manusia sepanjang hidupnya sebagian merupakan penyesuaian diri terhadap tingkah laku orang lain, dan menghindarkan konflik dari perselisihan. keluarga, sekolah dan agama selaku lembaga sosial menekankan pada adaptasi, prinsip anti konflik, dan kerukunan. Pandangan ini menimbulkan  pengekangan,
misalnya otoritas orang tuayang selalu menekankan pada norma dan aturan, anak harus tunduk dan patuh. Di sekolah, seorang pemimpin harus dituruti tanpa ada perbedaan, gurú dianggap mahluk yang besar dan kuasa, harus dipercaya dan ditiru, gurú merupakan kadar kebenaran dan pendapat gurú tidak dapat disanggah, sikap tidak setuju terhadap gurú dianggap tabu. Sekolah menekankan karyawan dan para siswa menerima semua informasi dengan sikap terima kasih dan sumarah tanpa bertanya-tanya.
b. Pendekatan pemimpin yang behavioral atau netral, pandangan ini melihat tingkah laku manusia yang hidup sebagai "built in clement. Konflik bersumber dari perbedaan kodrati masing-masing individu dan kelompok. Penghapusan terhadap perbedaan atau konflik berarti menghapus individu-individu dan kelompok-kelompok itu sendin.
Pandangan ini akan memunculkan macam-macam perbedaan, aneka tujuan, kompetisi, persaingan dan rivalitas. Pandangan ini merasionalisir konflik, dengan tujuan mengurung, membatasi dan menjinakkan konflik sebagai unsur netral, unsur biasa, dan tidak berbahaya. Mereka memandang bahwa dengan adanya konflik akan ada hikmah di balik itu semua. Oleh karenanya menurut pendapat ini jika mereka disuruh me-manaj konflik akan ragu-ragu.   
c.  Pendekatan pemimpin yang modern atau interaksionistis. Pendekatan ini memandang bahwa konflik itu penting dan perlu dalam kehidupan. Secara eksplisit konflik itu merangsang oposisi, orang harus mengembangkan manajemen konflik, menstimulir konflik, dan harus bisa memecahkannya. Manajemen konflik merupakan tanggung jawab pemimpin dan manajer.
Kaum interaksionis menyatakan bahwa organisasi yang tidak mendorong adanya konflik cenderung akan macet, mengalami stagnasi, tidak mampu mengambil keputusan tepat, condong menjadi dekadent atau merosot dan menjadi mundur. Jadi organisasi yang terus maju dan berkembang itu lebih didorong adanya unsur-unsur konflik kecil, jika dibandingkan dengan hanya ada persetujuan "pengaminan" belaka.[27]
Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, organisasi pasti mengalami banyak perubahan. Maka tanggung jawab pemimpin yang paling utama ialah memandu unit organisasi di tengah badai-badai perubahan sebagai akibat dari mekanisme, industrialisasi dan modernisasi.[28] Dan semua perubahan berlangsung melalui benturan-benturan dan konflik dari unsur yang bertentangan, elemen yang lama kontra dengan elemen baru. Selanjutnya benturan-benturn tersebut membuahkan situasi baru dan perubahan-perubahan.
Konflik yang dipandang sebagai unsur yang dibutuhkan dalam organisasi jika ingin terus mengembangkan organisasinya terus tumbuh dan hidup, memerlukan manajer konflik atau pemimpin dalam situasi dan kondisi konflik. Ini merupakan tugas berat dan sukar bagi pemimpin. Oleh karenanya biasanya pemimpin ini banyak diberi fasilitas, gajinya besar. Pemimpin semacam ini banyak sebagai wasit atau pemutus pertentangan dalam organisasi.[29]
Tugas pemimpin modern bukan menciptakan harmoni/ keselarasan statis dalam organisasi tetapi untuk mencapai sasaran organisasi atau sasaran bersama secara efektif.[30] Di sinilah pemimpin yang selalu mengeliminasi dan meniadakan konflik-konflik dalam organisasi, merupakan usaha yang tidak realistis. Leonardo Rico dalam Nur Zazin menyatakan: "The individuáis orgroups who are most vical in advicatingharmony and happiness' in an environment devoid ofconflict, may only be protecting their vested interest in status quo".
Artinya individu-individu dan kelompok-kelompok yang keras menganjurkan harmoni dan kebahagiaan dalam lingkungan penuh konflik, mereka ini hanya berkeinginan melindungi kepentingannya sendiri dan mempertahankan status quo.[31]
Banyak organisasi dan lembaga-lembaga menjadi mundur dan indolent disebabkan apatis dan rasa púas terhadap diri sendiri dan bukan disebabkan oleh terlalu banyak konflik. Para pemimpin yang gagal takut dan menolak perubahan-perubahan, enggan dan malas menghadapi konflik karena merasa aman dengan jalan menghindari dan menghilangkan konflik yang dianggap mengandung resiko dan bahaya. Padahal dalam mengadakan/perubahan harus berani menghadapi tantangan dan konflik demi kemajuan organisasi.
Oleh karenanya mengelola konflik di masyarakat, di organisasi, dan di lembaga pendidikan bahkan negara merupakan tugas inti dari pemimpin, khususnya pemimpin pengambil keputusan, sebab kebanyakan perubahan hasil adaptasi perubahan sosial adalah produk konflik. Dengan demikian pemahaman mengenai nilai arti dari konflik merupakan bagian terpenting dari ilmu administrasi, ilmu manajemen dan seni memimpin.
3.  Jenis dan Proses Konflik
     a.  Jenis-Jenis Konflik
Ada beberapa jenis konflik berdasarkan sudut tinjau yang digunakannya. Ditinjau dari segi fungsinya, ada dua jenis konflik, yaitu : 1) konflik konstruktif dan 2) konflik destruktif. Konflik konstruktif adalah konflik yang memiliki nilai positif bagi pengembangan organisasi. Dengan konflik justru mendatangkan manfaat. Konflik  destruktif adalah konflik yang memiliki nilai negatif bagi organisasi. Dengan konflik justru mendatangkan kerusakan bagi organisasi.[32]
Jenis konflik lainnya adalah ditinjau dari segi instansionalnya, ada tiga jenis konflik, yaitu: 1) konflik kebutuhan individu dengan peranan dalam organisasi, 2) konflik peranan dengan peranan, dan 3) konflik individu dengan individu lain. Tiap individu memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi, sehingga sering berbenturan dengan peranan yang harus dijalankan dalam organisasi atau berbenturan dengan kebutuhan individu lain yang berbeda dengannya.
Jenis konflik lainnya bisa terjadi adalah: 1) konflik individu, 2) konflik antara individu dan kelompok, 3) konflik antar kelompok, 4) konflik kelompok dengan organisasi, dan 5) konflik individu dengan organisasi. [33]
b.      Proses Terjadinya Konflik
Smith dkk dalam Hendyat mengemukakaan proses terjadinya konflik melalui beberapa tahap-tahap berikut: 1) tahap antisipasi, yaitu merasakan munculnya gejala perubahan yang mencurigakan, 2) tahap menyadari, yaitu perbedaan mulai diekspresikan dalam bentuk suasana yang tidak mengenakkan, 3) tahap pembicaraan, yaitu pendapat-pendapat berbeda mulai muncul, 4) tahap perdebatan terbuka, yaitu pendapat-pendapat berbeda mulai dipertajam dan lebih terumuskan dengan baik dan kentara, dan 5) tahap konflik terbuka, yaitu masing-masing pihak berusaha memaksakan pendirian kepada pihak lain[34].
Konflik terjadi tidak dengan sendirinya, tetapi melalui proses tertentu. Filey (1976) [35]menggambarkan proses terjadinya konflik dalam bentuk bagan seperti pada gambar :
Persepsi  adanya Konflik
Konflik yang dirasakan
Kondisi sebelumnya
Perilaku
 







 

Penyelesaian (Konflik ditekan)
Hasil Penyelesaian
 





Gambar Proses dan Penyelesaian Konflik




 



Keterangan gambar:
1.      Pertama adanya kondisi sebelumnya yang menyebabkan konflik,misalnya adanya peranan yang tidak jelas. Contoh: peranan kepala sekolah dan wakilnya sering bertubrukan.
2.      Persepsi adanya konflik misalnya dalam kerja sehari-hari, antara kepala sekolah dan wakilnya menafsirkan peranannya yang berbeda.
3.      Konflik  dirasakan: antaran kepala sekolah dan wakilnya merasa tugasnya saling diambil alih.
4.      Perilaku: antara kepala sekolah dan wakilnya mulai cekcok tentang tugas yang harus dilaksanakan.
5.      Penyelesaian konflik atau penekanan konflik yaitu pemecahan konflik dengan metode atau strategi tertentu.
6.      Hasil penyelesaian: hasil yang diperoleh setelah konflik diselesaikan, misalnya apakah penyelesaian itu memperbaiki hubungan atau mengurangi komunikasi antara kepala sekolah dan wakilnya.

4.      Strategi Manajemen Konflik
     
Strategi manajemen konflik diterapkan untuk menjadikan konflik dan pemecahannya sebagai pendinamisasi dan pengoptimalan pencapaian tujuan organisasi. Hal ini bergantung pada pemimpin organisasi, apakah memiliki pandangann tradisional, behavioral, atau pandangan interaksi dalam memandang organisasi yang dipimpinnya.  Bagaimanapun, konflik pasti terjadi dalam organisasi, baik yang berskala besar maupun yang berskala kecil. Oleh sebab itu, konflik-konflik itu perlu dikelola agar menjadi potensi untuk mengefektifkan organisasi.[36]
Depdikbud (1981), Gordon (1990), dan Miftah Thoha (1995) mengemukakan strategi manajemen konflik secara umum sebagai berikut: 1) strategi menang-kalah, 2) strategi kalah-kalah, dan 3) strategi menang-menang.
Dengan menggunakan strategi menang-kalah, salah satu pihak menang dan salah satu pihak kalah, termasuk di dalamnya menggunakan wewenang atau kekuasaan untuk menekan salah satu pihak. Bisa jadi, pihak yang kalah akan bertingkah laku non-produktif, kurang aktif, dan tidak mengidentifikasikan dirinya dengan tujuan organisasi. Pertanyaan: bagaimana agar yang kalah tidak sabotase dan yang menang tidak tepuk dada?
Strategi kalah-kalah berarti semua pihak yang berkonflik menjadi kalah. Strategi ini dapat berupa kompromi (keduanya sama-sarna berkorban atas kepentingannya), dan arbitrase(menggunakan pihak ketiga). Strategi menang-menang yaitu konflik dipecahkan melalui metode "problem solving' (pemecahan masalah). Penelitian menunjukkan bahwa : 1) Metode pemecahan masalah mempunyai hubungan positif dengan manajemen konflik yang efektif, 2) Pemecahan masalah banyak dipergunakan oleh pihak-pihak yang rnemiliki kekuasaan, tetapi lebih menyukai bekerja sama (Scmuck,  1976).[37]
5.      Prinsip-Prinsip Pelasanaan Manajemen Konflik

Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan para manajer, organisator, atau pemimpin dalam melaksanakan manajemen konflik, antara lain:
1.  Perlakukanlah secara wajar dan alamiah
Konflik yang timbul dalam penyelenggaraan satuan pendidikan adalah sebagai sesuatu yang wajar dan alamiah. Konflik kini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari organisasi, tak perlu dihindari tetapi harus dihadapi pimpinan melalui manajemen konflik. Oleh karena itu, pelaksanaan manajemen konflik perlu dilakukan secara wajar dan alamiah sebagaimana pelaksanaan manajemen bidang lainnya.
2.  Pandanglah sebagai dinamisator organisasi
Konflik merupakan dinamisator organisasi. Pandanglah bahwa organisasi tanpa konflik berarti diam, statis, dan tidak mencapai kemajuan yang diharapkan. Namun demikian, konflik yang ada harus ditata sedemikian rupa agar dinamika yang terjadi benar-benar dapat menjadi sesuatu yang positif untuk menghasilkan perubahan sekaligus mendukung perkembangan dan pencapaian tujuan pendidikan.
3. Media pengujian kepemimpinan
Kepemimpinan tidak hanya diuji ketika membawa anggota mencapai tujuan berdasarkan rutinitas tugas formal belaka. Kepemimpinan yang bersangkutan akan lebih diuji ketika menghadapi konflik. Melalui manajemen konflik, dirinya akan memiliki kepemimpinan yang dapat diandalkan untuk membawa roda organisasi secara dinamis positif dalam mencapai tujuan di masa mendatang.
4. Fleksibilitas strategi
Strategi manajemen konflik yang digunakan para pemimpin adalah fleksibel. Artinya, pemilihan penggunaan strategi dimaksud sangat bergantung pada: (1) jenis, maten konflik, dan sumber penyebabnya, (2) karakteristik pihak-pihak yang berkonflik, (3) sumber daya yang dimiliki dan mendukung, (4) kultur masyarakat dan iklim organisasi, (5) antisipasi dampak konflik, serta (6) intensitas dan keluasan konflik.[38]
6.      Langkah-Langkah dalam Manajemen Konflik
Beberapa langkah yang perlu dilakukan pemimpin dalam pelaksanaan manajemen konflik, adalah:
1. Perencanaan análisis konflik
Langkah ini dimaksudkan untuk mendefinisikan atau menentukan konflik apa yang timbul dalam penyelenggaraan satuan pendidikan. Pemimpin pendidikan dapat melakukannya setiap saat ketika ada indikasi konflik. Perlu diperhatikan bahwa konflik ada yang nyata maupun tersembunyi. Konflik yang nyata akan mudah dikenali dan dianalisis, tetapi konflik yang tersembunyi tidak demikian adanya. Konflik yang tersembunyi perlu dibuka melalui pemberian stimulus yang terencana supaya menjadi terbuka. Apabila kedua konflik tersebut di sekolah tidak ada dan sekolah menunjukkan adanya kestatisan, maka pemimpin pendidikan dapat juga merangsang timbulnya konflik dengan suatu maksud, sekolah menjadi dinamis dan ini diperlukan bagi terciptanya suasana yang kondusif bagi pencapaian tujuan penyelenggaraan pendidikan.
Pemimpin pendidikan pada langkah ini harus dapat menentukan sumber penyebabnya, faktor-faktor yang mempengaruhinya, jenis-jenisnya, dan keterhbatan pihak-pihak yang berkonflik. Apabila hal tersebut semuanya jelas, akhirnya konflik yang sesungguhnya dapat dirumuskan secara jelas dan tegas.
2. Evaluasi konflik
Evaluasi konflik adalah suatu upaya untuk menentukan kualitas suatu konflik yang telah dirumuskan. Kualitas suatu konflik dapat ditinjau dari dua segi, yaitu intensitas dan keluasannya. Keduanya saling terkait satu sama lain. Atas dasar ini, kualitas konflik dapat diklasifikasikan menjadi: (a) konflik ringan/kecil (jika intensitas rendah dan keluasan kecil), (b) konflik sedang (jika intensitas sedang dan keluasan sedang), dan (c) konflik besar/berat (jika intensitas tinggi dan keluasan besar).
Semua konflik dimaksud pada dasarnya perlu mendapat perhatian para pemimpin dan dicarikan pemecahannya secara baik sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing. Namun demikian, sebagai manajer konflik perlu melakukannya berda-sarkan skala prioritas.[39]

3. Pemilihan strategi manajemen konflik
Apabila konflik yang ada sudah jelas maka akan memudahkan manajer dalam memilih strategi manajemen konflik secara tepat. Ada beberapa pedoman yang perlu diperhatikan manajer dalam memilih strategi manajemen konflik, antara lain:
(a)  Pahamilah beberapa prinsip dalam pelaksanaan manajemen
konflik.
(b)  Berdasarkan prinsip-prinsip di atas, pilihlah di antara strategi manajemen konflik yang disarankan.
(c)  Laksanakan strategi manajemen konflik yang dipilih.
(e)  Evaluasilah pelaksanaan strategi manajemen konflik yang dipilih tersebut untuk mengetahui keberhasilannya.
(f)   Strategi yang telah dipilih dapat dipertahankan bila menunjukkan hasil yang baik, tetapi bila hasilnya tidak atau kurang baik maka perlu dipilihkan strategi lain secara berkelanjutan.[40]
7. Kriteria Keberhasilan Manajemen Konflik
Manajemen konflik yang dilakukan para manajer atau pemimpin dapat dikatakan berhasil apabila memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut:
1. Kemampuan membuat perencanaan análisis konflik
Perencanaan análisis konflik yang baik harus menunjukkan adanya: (1) deskripsi fenomena konflik yang terjadi, (2) identifikasi konflik, meliputi: latar belakang atau sumber penyebab terjadinya konflik, faktor yang mempengaruhi konflik dan akibat yang akan terjadi bila konflik diatasi atau dibiarkan, penggiringan konflik ke dalam jenis yang mana, intensitas dan cakupan keluasannyá, (3) rumusan konflik yang sesungguhnya secara jelas dan tegas.
2. Kemampuan melakukan evaluasi konflik
Evaluasi terhadap suatu konflik dikatakan berhasil jika pemimpin atau manajer mampu menentukan kualitas suatu konflik yang terjadi di satuan pendidikan yang dipimpin. Ukuran yang dapat dipakai adalah (1) rendan-tingginya intensitas timbulnya suatu konflik, (2) luas-tidaknya cakupan suatu konflik, (3) penentuan kualitas konflik (ringan/kecil, sedang/menengah, atau besar/berat), (4) penentuan penyelesaian konflik berdasarkan prioritas.
3. Kemampuan memilih strategi manajemen konflik
Keberhasilan manajer dalam memilih strategi manajemen konflik yang tepat sangat ditentukan oleh kemampuan, keberanian, pengalaman, usaha, dan doa, kematangan dirinya, serta situasi dan kondisi yang ada. Selain itu, kepedulian pimpinan terhadap prinsip-prinsip yang harus dilaksanakan dalam manajemen konflik juga sangat menentukan keberhasüan langkah ini.[41]













BAB III
METODE PENELITIAN
A.    Pendekatan penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian lapangan (field reserch) dan menggunakan pendekatan kualitatif dengan data yang diuraikan secara deskriptif.
B.     Data dan Sumber Data
Data yang ingin digali dalam penelitian ini  adalah informasi atau keterangan yang berkaitan dengan tujuan / obyek penelitian dan data yang  sesuai dengan fokus penelitian.
C.     Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yaitu cara yang dimaksud untuk mengumpulkan data, yang merupakan langkah paling stategis dalam penelitian, karena tujuan penelitian adalah mendapat data[42]
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi dan dokumen.
D.    Teknik Analisa Data
      Dalam metode ilmiah, mengolah dan menganalisis data merupakan bagian yang sangat urgen, karena pada bagian inilah data dapat memberikan arti dan makna untuk memecahkan masalah. Pengolahan dan analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar.
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis tema.





BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1.      Hasil Observasi
Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di desa Purwosari II Km. 10 Kecamatan Tamban Kabupaten Barito Kuala Provinsi Kalimantan Selatan
Tempat Penelitian
Penelitian ini di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Tamban yang berada di KM. 10 Kecamatan Tamban Kabupaten Barito Kuala.
 SMA Negeri 1 Tamban berada di atas tanah seluas 22.370 M² dengan luas bangunan 2.086 M². Halaman olah raga seluas 3.300 M² dan tempat parkir seluas 168 M².
Adapun Identitas Sekolah
1.      Nama Sekolah                         : SMA Negeri 1 Tamban
2.      Nomor Induk Sekolah                        : 02
3.      Nomor Statistik Sekolah         : 301150307006
4.      Alamat Sekolah                       :
a.       Jalan/ desa                         : Purwosari II Km. 10
b.      Kecamatan                                    : Tamban
c.       Kabupaten                         : Barito Kuala
5.      Status Sekolah                                    : Negeri
6.      Didirikan Tahun                      : 1992
7.      Berdasarkan surat keputusan
a.       Pejabat                              : Mendikbud
b.      Nomor                               :00216/0/1992
8.      Waktu Penyelenggaraan         : Pagi, dari pukul 07.30 s.d 14.00
SMA Negeri 1 Tamban mempunyai :
Visi : “ Menjadikan siswa SMA Negeri 1 Kecamatan Tamban berwawasan kebangsaan, berpengetahuan, beriman dan bertaqwa, dan terampil”
Misi :” (1). Menanamkan kesadaran berbangsa dan bernegara, (2) memaksimalkan kegiatan belajar mengajar, (3) melaksanakan kegiatan keagamaan secara rutin, (4) membudayakan disiplin yang tinggi, (5) memiliki keterampilan praktis (6) melaksanakan aktivitas sosial di sekolah maupun di luar sekolah, (7) menanamkan kesadaran cinta lingkungan.
            SMA Negeri 1 Tamban dipimpin oleh seorang kepala sekolah dengan identitas sebagai berikut:
1.      Nama                                 : Lulut Widiyanto P, S.Pd
2.      NIP                                   : 19680706199512 1 004
3.      Tempat tanggal lahir         : Blitar, 06 Juli 1968
4.      Jenis Kelamin                    : Laki-laki
5.      Status                                : PNS
6.      Mulai Bertugas                  : 16 Pebruari 2006
7.      Pendidikan terakhir           : Sarjana S1
8.      Jurusan                               : Geografi
9.      Alamat                              :  Komp. Griya Permata Banjarmasin

Adapun jumlah siswa seluruhnya 377 orang yang terdiri dari kelas X laki-laki 49 orang, perempuan 74 orang, kelas XI laki-laki 65 orang, perempuan 58 orang ,sedangkan kelas XII laki-laki 46 orang dan perempuan 85 orang.
Adapun jumlah guru PNS 15 orang, guru GTT Daerah  1 orang dan guru GTT (guru honor komite) 12 orang. Tenaga administrasi Pegawai tetap 3 orang dan pegawai tidak tetap 3 orang.
2.      Hasil Wawancara dengan kepala Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Tamban
Dari wawancara dengan kepala sekolah didapat:
“ Setiap lembaga pendidikan, tidak kecuali SMAN 1 Tamban juga terdapat konflik dan konflik itu sendiri memang seharusnya ada”[43]
Selanjutnya penulis menanyakan tentang konflik apa saja yang terjadi di SMAN 1 Tamban?
Beliau menjawab:” Banyak  konflik yang terjadi di SMAN 1 Tamban, namun secara garis besar ada 3 konflik; yaitu :
1)      Adanya kecemburuan sosial antar teman yakni mengenai kesejahteraan guru-guru;
2)      Egoisme masing-masing guru terhadap proses pembelajaran, yang berkenaan dengan jadual mengajar, raport dan penilain terhadap hasil belajar siswa
3)      Adanya kepentingan pengembangan karier guru yang merupakan  tugas tambahan.[44]
Dari wawancara tersebut menurut kepala sekolah, beberapa konflik yang terjadi di SMAN 1 Tamban, terlihat bahwa yang lebih dominan adalah kecemburuan sosial menduduki tempat pertama. Tentu saja setiap konflik yang terjadi harus dapat solusi yang seimbang sesuai dengan tingkat kesulitan dan kerumitan  masalah tersebut. Penulis menanyakan bagaimana menangani masalah tersebut kepada kepala sekolah.
Selanjutnya kepala sekolah memberikan solusi atas beberapa konflik besar yang harus dihadapi, menurut beliau:
“ Untuk menangani konflik yang pertama, yakni adanya kecemburuan sosial, solusi yang bisa kami berikan adalah Job discriptian ( tugas masing-masing pegawai baik pegawai tetap maupun pegawai tidak tetap) dengan mengevaluasi pekerjaan masing-masing guru/pegawai yang disampaikan dalam forum  rapat yang dilakukan setiap 1 bulan sekali. Kemuadian untuk solusi konflik kedua yakni egoisme masing-masing guru terhadap proses pembelajaran, yang bisa kami berikan adalah melihat potensi pegawi/guru. Potensi guru ada dimana, kemudian diberi tugas tambahan sesuai potensi guru yang bersangkutan. Sementara itu mengatasi konflik ketiga yanng berkenaan dengan kepentingan pengembangan karier maka solusi yang kami berikan untuk mengatasinya adalah dengan  melihat tingkat senioritas artinya pegawai/ guru senior diletakan pada urutan yang utama, namun apabila yang senior ini kurang mempunyai potensi, maka urutan selanjutnya diambil dari bawahnya”. [45]
Dari semua konplik diatas dan cara penanganannya memang tidak mudah seperti yang kita bayangkan, menurut beliau melalui suatu proses yang cukup panjang untuk memahami masing-masing karakter pegawai/guru, yang tidak hanya satu dua hari, minggu, bulan, namun beberapa tahun, sehingga dengan mengetahui karakter masing-masing dengan lebih efektif pula solusi yang bisa diberikan dan dipecahkan dan yang paling penting dalam pemecahan masalah atau konflik adalah dengan selalu mengadakan musyawarah atau rapat yang memang sudah dijadwal yakni setiap awal bulan di setiap bulannya.
Dari wawancara tersebut mengenai konflik dan solusi tampak oleh penulis bahwa figur seorang kepala sekolah menjadi hal yang utama. Seorang pemimpin yang mau dan bisa menerima dan memberi kritik dari mitra kerja nya demi kesuksesan bersama.








BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan-pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi
Konflik dalam organisasi merupakan hal yang tidak bisa dihindari, mulai dari yang berskala kecil sampai dengan yang berskala besar. Seorang pemimpin atau manajer pendidikan harus dapat mengelola konflik itu dengan baik, agar konflik yang terjadi justru menjadi faktor pendinamisasi organisasi yang dipimpinnya. Kepala sekolah, pengawas, dan pemimpin atau manajer pendidikan lainnya harus memiliki pandangan yang lúas dan modern dalam menata konflik agar tidak tertinggal jaman.
Konflik memiliki fungsi negatif dan fungsi positif. Tugas pemimpin pendidikan adalah meminimalkan nilai negatif konflik dan memaksimalkan nilai positif konflik. Dalam menata konflik, pemimpin pendidikan harus melihat situasi dan kondisi lembaga pendidikan dan faktor luar organisasi yang terkait dengan situasi konflik.
Untuk memaksimalkan dinamisasi dan pencapaian tujuan organisasi, manajer pendidikan perlu menjaga agar konflik bukan tidak ada sama sekali, tetapi juga jangan sampai konflik meluas dan memiliki intensitas yang tinggi yang justru akan merusak organisasi. Strategi umum penyelesaian konflik antara lain: menghindari konflik, membawa ke tujuan dan nilai yang lebih tinggi, pemecahan masalah secara kreatif, kompromi,  menggunakan jalur kekuasaan, memperbaiki praktik organisasi, mengubah struktur organisasi, kolaborasi, penyesuaian diri, dan menerapkan gaya penyelesaian konflik tertentu.
Konflik yang terjadi di SMAN 1 Tamban secara garis besar ada tiga yakni :
1.      Adanya kecemburuan sosial antar teman yakni mengenai kesejahteraan guru-guru;
2.      Egoisme masing-masing guru terhadap proses pembelajaran, yang berkenaan dengan jadual mengajar, raport dan penilain terhadap hasil belajar siswa
3.      Adanya kepentingan pengembangan karier guru yang merupakan  tugas tambahan
Dan solusi yang diberikan dalam pemecahan masalah konflik adalah yang pertama Job discriptian ( tugas masing-masing pegawai baik pegawai tetap maupun pegawai tidak tetap) dengan mengevaluasi pekerjaan masing-masing guru/pegawai yang disampaikan dalam forum  rapat yang dilakukan setiap 1 bulan sekali. kedua adalah melihat potensi pegawi/guru. Potensi guru ada dimana, kemudian diberi tugas tambahan sesuai potensi guru yang bersangkutan. adalah dengan  melihat tingkat senioritas artinya pegawai/ guru senior diletakan pada urutan yang utama, namun apabila yang senior ini kurang mempunyai potensi, maka urutan selanjutnya diambil dari bawahnya”
B.     Saran
1.      Sebagai seorang kepala sekolah hendaknya dalam menyelesaikan konflik melalui musyawarah untuk mencari titik mufakat.
2.      Sebagai guru hendaknya lebih mampu memahami diri sehingga dapat mengurangi sifat egoisme dan menang sendiri
3.      Semoga penelitian ini memberi manfaat bagi semua.




















DAFTAR PUSTAKA
Echol, M. John Echols, Shadily, Hasan,  Kamus Inggris Indonesia, Jakarta : PT. Gramedia, 1988
Hendrics,William, How to Manage Conflict, Alih Bahasa Arif Santoso, Bagaimana mengelola Konflik, Jakarta: Bumi Aksara, 2001
Irianto, Jusuf Isu-isu Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Surabaya: Penerbit Insan Cendikia, 2001
Kartini, Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Pemimpin Abnormal itu?, Jakarta : CV Rajawali, 1983
M. John Echol, Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia, 1988
Partanto, Al-Barry, M. Dahlan, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arloka, 1994
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2008
Robbin, Coulter, Manajemen (edisi kedelapan), Jakarta: PT. Indeks,  2007
Soetopo, Hendyat, Perilaku Organisasi (Teori dan Praktik di Bidang Pendidikan), Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010
Siagian, P. Sondang,  Filsafah Administrasi, ( Jakarta: CV Masaagung,  1990
Terry, George R., Guide To Management, alih Bahasa J. Smith, Prinsip-Prinsip Manajemen, Jakarta: Bumi Aksara, 2000
Winardi, Manajemen Konflik, Konflik Perubahan dan Pengembangan, Bandung: Mandar Maju, 1994
Wahyudi, Bambang, Kusnadi, Teori dan Manajemen Konflik, Tradisional, Kontemporer dan Islam, Malang: Taroda, 2001
Yukl, A. Gerry ,Leadership In Organization, New Jersy USA, Prentice Hall, Alih Bahasa Uday, Yusuf, Kepemimpinan Dalam Organisasi, Jakarta: Prenhelindo, 1994
Yaqin, Husnul, Kapita Selekta Administrasi dan Manajemen Pendidikan, Banjarmasin : Antasari Press,  2011

Zazin, Nur,  Kepemimpinan dan Manajemen Konplik, Yogyakarta: Absolute Media, 2012



[1] Kartono Kartini, Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Pemimpin Abnormal itu?, (Jakarta : CV Rajawali, 1983), h. 173
[2] M. John Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, ( Jakarta : PT. Gramedia, 1988), h. 372
[3] H. Nur Zazin, Kepemimpinan dan Manajemen Konplik, (Yogyakarta: Absolute Media, 2012),h. 25
[4] Sondang P Siagian, Filsafah Administrasi, ( Jakarta: CV Masaagung,  1990),h.5
[5] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), h. 362

[6] Robbin dan Coulter, Manajemen (edisi kedelapan), ( Jakarta: PT. Indeks,  2007),h.8
[7] Husnul Yaqin,  Kapita Selekta Administrasi dan Manajemen Pendidikan, (Banjarmasin : Antasari Press,  2011), h. 3
George R. Terry, Guide To Management, alih Bahasa J. Smith, Prinsip-Prinsip Manajemen, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), h. 15-16
Nur Zazin, Kepemimpinan dan Manajemen Konflik, (Yogyakarta: Absolute Media, 2010), h. 31
[10] R. Terry, Guide To Management, alih Bahasa J. Smith, Prinsip-Prinsip Manajemen,h. 18
[11] Ibid, h. 19
[12] Kartono Kartini, Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Pemimpin Abnormal itu?, h. 172-173
[13] M. John Echol, Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia, 1988),h. 138
[14] Partanto, Al-Barry, M. Dahlan, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arloka, 1994), h. 358
[15] William Hendrics, How to Manage Conflict, Alih Bahasa Arif Santoso, Bagaimana mengelola Konflik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), h. 1
[16] Winardi, Manajemen Konflik, Konflik Perubahan dan Pengembangan, (Bandung: Mandar Maju, 1994), h. 1
[17] Bambang Wahyudi, Kusnadi, Teori dan Manajemen Konflik, Tradisional, Kontemporer dan Islam, (Malang: Taroda, 2001), h. 11
[18] Nur Zazin, Kepemimpinan dan Manajemen Konflik, h.39
[19] Hendyat Soetopo, Perilaku Organisasi (Teori dan Praktik di Bidang Pendidikan), (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), h.268
[20] A Gerry, Yukl, Leadership In Organization, New Jersy USA, Prentice Hall, Alih Bahasa Uday, Yusuf, Kepemimpinan Dalam Organisasi, (Jakarta: Prenhelindo, 1994), h. 115
[21] Jusuf Irianto, Isu-isu Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Surabaya: Penerbit Insan Cendikia, 2001)
[22] Hendyat Soetopo, Perilaku Organisasi (Teori dan Praktik di Bidang Pendidikan),h. 268
[23] Ibid.
[24] Nur Zazin, Kepemimpinan dan Manajemen Konflik, h.41

[25] Hendyat Soetopo, Perilaku Organisasi (Teori dan Praktik di Bidang Pendidikan),h. 269

[26] Kartono Kartini, Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Pemimpin Abnormal itu?, h. 174
[27] Ibid., 175
[28] Ibid., h. 178
[29] Nur Zazin, Kepemimpinan dan Manajemen Konflik, h .44
[30] Kartono Kartini, Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Pemimpin Abnormal itu?, h. 179
[31]  Nur Zazin, Kepemimpinan dan Manajemen Konflik, h .44

[32] Hendyat Soetopo, Perilaku Organisasi (Teori dan Praktik di Bidang Pendidikan),h. 274
[33] Ibid, h. 275
[34] Ibid.
[35] Ibid., h. 276



[36] Ibid., h. 277
[37] Ibid.h. 282
[38] Ibid., h. 283
[39] Ibid.,h. 284
[40] Ibid.,h. 285
[41] Ibid.,h. 286
[42] Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta,PT. Raja Grafindo Persada, 2001) h. 17

[43]Lulut,  Wawancara Pribadi, Tamban, 3 Januari 2014
[44] Lulut, Wawancara Pribadi, Tamban, 3 Januari 2014
[45]  Lulut, Wawancara Pribadi, Tamban, 3 Januari 2014