MANAJEMEN KONFLIK
PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) NEGERI 1
TAMBAN KABUPATEN BARITO KUALA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas
dari bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Saling berinteraksi antara yang satu dengan
yang lain, antar keluarga, tetangga, masyarakat bahkan antar bangsa yang
satu dengan bangsa yang lain , dan antar
negara yang satu dengan negara yang lain, tidak lain untuk saling membutuhkan.
Manusia tidak bisa hidup sendirian, karena itu tolong menolong sangat
diperlukan. Dalam Al-Qur’an ditegaskan :
“Dan tolong
menolonglah kamu dalam kebajikan dan taqwa
dan jangan tolong menolong dalam perbuatan keji dan pelanggaran”.
Ayat diatas
menegaskan perintah untuk saling tolong menolong, bantu membantu untuk memenuhi
kebutuhan hidup dalam hal kebajikan, kebaikan dan taqwa bukan tolong menolong
dalam perbuatan yang tidak baik, yakni perbuatan keji dan pelanggaran.
Dalam membina
kerukunan hidup baik di lingkungan keluarga, masyarakat, juga organisasi dilembaga
pendidikan Islam, tentu tidak semuanya
berjalan dengan baik, tentu ada persoalan dan permasalahan yang harus dihadapi
yang terkadang persoalan kecil bisa jadi besar karena kurang tepat dalam
penyelesaian persoalan tersebut, namun ada juga persoalan yang besar bisa
diselesaikan dengan baik karena tepat dalam menyelesaikannya.
Persoalan dan
masalah bisa terjadi karena ada kesenjangan, ketidak puasan, tidak menyenangkan
bagi salah satu pihak yang bersangkutan dalam segala urusan, yang kemudian
munculah istilah yang kita sebut konflik.
Kartono menyatakan
bahwa :” konflik
diartikan sebagai: akibat biasa dari keanekaragaman individu manusia dengan
sifat-sifat yang berbeda dan tujuan
hidup yang tidak sama pula”.[1]
Untuk
lebih memahami apa itu konflik dan bagaimana menyelesaikan konflik maka dalam
kesempatan ini penulis menyajikan mengadakan penelitian yang sederhana ini
dengan judul : Manajemen Konflik Pada Sekolah Menengah Atas (SMA)
Negeri 1 Tamban Kabupaten Barito Kuala.
B.
Tujuan
Adapun
tujuan penelitian adalah
1. Mendeskripsikan dan menggambarkan bagaimana
konflik pada SMAN 1 Tamban
2.
Mendeskripsikan cara kepala sekolah mengatasi
konflik di SMAN 1 Tamban
C.
Manfaat dan Kegunaan Penelitian adalah
1.
Untuk memberikan informasi tentang konflik di SMAN 1
Tamban
2.
Sebagai bahan masukan cara mengatasi masalah konflik di
SMAN 1 Tamban
3.
Sebagai informasi bagi penelitiTam yang lebih mendalam
lagi berkenaan dengan manajemen konflik di SMAN 1 Tamban
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
Pengertian dan
fungsi Manajmen
1. Pengertian Manajemen
Manajemen
berasal dari Inggris dari kata kerja “to manage” yang berarti mengurus,
mengatur, melaksanakan, mengelola[2]
bersinonim dengan “to hand” yang berarti mengurus, to control
yang berarti memeriksa, to guide (memimpin).[3]
Sedangkan Sondang P Siagian mengartikan manajemen sebagai kemampuan atau
keterampilan untuk memperoleh suatu hasil dalam rangka mencapai tujuan melalui
kegiatan-kegiatan orang lain.[4]
Ramayulis[5]
menyatakan bahwa pengertian yang sama dengan hakikat manajemen adalah al-tadbir
(pengaturan). Kata ini merupakan derivasi dari kata dabbara (mengatur)
yang banyak terdapat dalam Al Qur’an seperti firman Allah SWT :
يُدَبِّرُ اْلأَمْرَ مِنَ السَّمَآءِ
إِلَى اْلأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُه
أَلْفَ سَنَةِ مِّمَّا تَعُدُّون
Artinya : “Dia mengatur urusan dari langit ke
bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah
seribu tahun menurut perhitunganmu”. (Al Sajdah : 05).
Dari isi kandungan ayat di atas
dapatlah diketahui bahwa Allah swt adalah pengatur alam (manager). Keteraturan
alam raya ini merupakan bukti kebesaran Allah swt dalam mengelola alam ini.
Namun, karena manusia yang diciptakan Allah SWT telah dijadaikan sebagai
khalifah di bumi, maka dia harus mengatur dan mengelola bumi dengan
sebaik-baiknya sebagaimana Allah mengatur alam raya ini.
Sementara manajemen menurut istilah
adalah proses mengkordinasikan aktifitas-aktifitas kerja sehingga dapat selesai
secara efesien dan efektif dengan dan melalui orang lain.[6].
Adapun Husnul Yaqin, memberikan
pengertian bahwa manajemen adalah suatu proses atau fungsi-fungsi yang harus
dijalankan dalam suatu kelompok tertentu secara efektif dan efisien sehingga
dapat mencapai hasil atau tujuan yang ditetapkan.[7]
Bila kita perhatikan dari beberapa
pengertian manajemen di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa manajemen merupkan
sebuah proses pemanfaatan semua sumber daya melalui bantuan orang lain dan
bekerjasama dengannya, agar tujuan bersama bisa dicapai secara efektif,
efesien, dan produktip.
2. Fungsi
Manajemen
Fungsi manajemen menurut George R Terry, terdiri dari: a). perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), memberi dorongan (actuating), dan pengawasan (controlling). b). Terdiri dari perencanaan, pengorganisasian memberi motivasi, dan
pengawasan. c). Terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, staffing, memberi pengarahan (directing), dan
pengawasan. d). Terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, staffing, memberi
pengarahan, pengawasan, inovasi dan memberi peranan. e). Terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, memberi motivasi, pengawasan dan koordinasi. (Terry,
2000: 15-16) [8]
Dari beberapa kelompok tersebut dari
fungsi manajemen tersebut ada tiga fungsi yang sama, yaitu perencanaan,
pengorganisasian dan pengawasan. Ada juga dalam kombinasi fungsi manajemen, seperti actuating
atau motivating atau justru dikeluarkan sama sekali, kemudian memasukkan staffing dan directing.
Perbedaan ini dilandasi perbedaan pendapat, ada yang mengatakan bahwa staffing
sudah merupakan bagian
dari organizing, dan directing adalah sama dengan
actuating atau motivating. Ada juga yang berkeyakinan bahwa innovating, representing dan coordinating merupakan
fungsi-fungsi yang fundamental.[9]
Terry (2000) mendefinisikan
fungsi-fungsi manajemen tersebut adalah sebagai berikut:
a. Planning, adalah perencanaan,
yaitu sesuatu pekerjaan yang dilaksanakan sebelum memulai pekerjaan untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan, yang meliputi pengambilan keputusan, dan
pemilihan alternatif-alternatif keputusan, makanya diperlukan kemampuan
visualisasi dan melihat ke depan guna merumuskan suatu pola dari himpunan
tindakan untuk masa mendatang.
b. Organizing, adalah pengorganisasian
yang di dalamnya menuntut adanya pembagian komponen-komponen kegiatan guna
menentukan dan mencapai tujuan yang ditetapkan bersama, membagi tugas untuk
mengadakan pengelompokan tersebut, menetapkan wewenang di antara kelompok atau
unit-unit organisasi.
c.
Actuating, yang biasa disebut gerak aksi, fungsi ini mencakup
kegiatan yang dilakukan seorang manajer untuk mengawali dan melanjutkan
kegiatan yang ditetapkan oleh unsur perencanaan dan pengorganisasian agar
tujuan-tujuan dapat tercapai. Gerak aksi dalam melakukan pekerjaan meliputi
penetapan dan pemuasan kebutuhan manusiawi dari pegawai-pegawainya, memberi
penghargaan, memimpin, mengembangkan dan memberi kompensasi kepada mereka.
d. Motivating, ini merupakan kata
yang lebih disukai oleh beberapa pihak dari pada actuating yang mereka
menganggapnya sama. Tetapi ada yang membedákan sebab motivating
lebih condong kepada perasaan yang terdorong dari hati sanubari manusia,
sedangkan actuating konotasinya emosional dan irrasional.
Disini berarti actuatinglebih bersifat
motivasional dan mencakup lebih banyak formulasi formal dan rasional.
e Staffing, adalah cara mendapatkan, menempatkan dan mempertahankan anggota pada posisi yang sesuai antarapekerjaan
organisasi dan kemampuan pegawai.
f
Directing, adalah salah satu fungsi manajemen untuk
memberikanpengarahan kepada bawahan sehingga mereka menjadi pegawaiyang
terampil dan menjalankan tugasnya dengan benar termasukmemberikan orientasi
kepada pegawai, misalnya menyediakaninformasi antar bagian, antar pribadi
tentang keadaan, kebijakandan tujuan organisasi, penugasan, penjabaran
pelaksanaan tugas,memperbaiki pelaksanaan tugas dan menyediakan jalur-jalur komunikasi
yang diperlukan.
g
Controlling adalah salah satu kegiatan manajer sebagai pengontrol, yang berguna untuk melihat apakah pekerjaan
dilaksanakansesuai dengan rencana, untuk dievaluasi, apa hambatan dan penyimpangan-penyimpangan yang tidak diinginkan, kemudiandicarikan
solusi untuk perbaikan. Penyimpangan-penyimpangantersebut harus dipertanggungjawabkan
sekaligus dicarikan solusidan mengambil langkah perbaikan terhadap hal yang
telahdilaksanakan, demikian juga sebaliknya manajer juga harus dapat
memberikan imbalan untuk mérangsang
pekerja yang giat.
h Inovating, adalah pengembangan gagasan-gagasan
baru,
mengkombinasikan pemikiran baru dengan
yang lama, menead gagasan-gagasan dari kegiatan lain dan
melaksanakannya ataudapat juga dilakukan dengan cara memberi stimulasi
kepadarekan-rekan sekerja untuk mengembangkan dan menerapkan
gagasan-gagasan baru di dalam pekerjaan.
Maka pada tataran ini,tugas seorang manager bersifat kreatif dan adoptif.
menegaskan bahwa sebagian besar pengikut kelompok paham
manajemen sependapat bahwa jika hanya
mengerjakan sesuatu tidak lebih dari hal-hal yang sudah dikerjakan sebelumnya,
berarti menghambat kemajuan. Akan tetapi pendapat lain tentang inovasi
mempermasalahkan bahwa ini sudah termasuk dalam planning yang memotong
kompas tugas, agar berusaha lebih giat dari sebelumnya di samping untuk
memanfaatkan kesempatan yang ada guna mengadakan perbaikan seperlunya.
i. Representíng
adalah
pelaksanaan tugas pegawai sebagai anggota resmi dalam melaksanakan tugas dan
urusannya dengan pihak lain seperti pemerintah, kalangan swasta, bank,
langganan, penjual dan kalangan luar lainnya, yang kebanyakan dilakukan dengan
negoisasi yang berhati-hati, luwes dan menyenangkan serta penampilan yang
terpercaya.
j. Coordinating adalah sinkronisasi
hubungan yang teratur dari usaha-usaha individu yang berhubungan dengan jumlah
waktu dan tujuan, sehingga dapat diambil tindakan yang serempak menuju sasaran
yang ditetapkan. Untuk mencapai koordinasi tersebut, antar anggota harus dapat
melihat bagaimana kegiatan-kegiatan perseorangan dapat membantu tercapainya
tujuan organisasi/lembaga.[10]
Dari kesepuluh
fungsi manajemen tersebut dapat disimpulkan menjadi empat fungsi manajemen,
yaitu planning, organizing, actuating dan controlling. Kesimpulan
tersebut disebabkan adanya sebuah fungsi yang sama dan dapat dikerjakan dalam
fungsi lain. Seperti motivating, staffing dan directing dapat
disimpulkan pada actuating. Representíngdan
inovating masuk dalam fungsi manajemen planning. Dan coordinating
masuk pada organizing. [11]
B.
Manajemen
Konflik
1.
Pengertian Manajemen Konflik
Ada beberapa definisi konflik menurut para ahli, sebagai
berikut:
Definisi konflik (dari kata con-fligere,
conflictum = saling berbenturan) ialah semua bentuk benturan, tabrakan,
ketidak sesuaian, ketidak serasian, pertentangan, perkelahian, oposisi dan
interaksi-interaksi yang antagonis.
Kata konflik mempunyai beberapa makna, makna
negatif, positif dan netral. Dalam pengertian yang negatif konflik indentik
dengan sifat-sifat animalistik, kebuasan, kekerasan, barbarisme, destruksi,
pengrusakan, penghancuran, irrasionalisme, tanpa kontorol emosional, hura-hura,
pemogokan, perang, dan seterusnya. Dalam definisi positif, maka konflik
dihubungkan dengan peristiwa, petuálangan, hal-hal yang baru, inovasi,
pembersihan, pemurnian, pembaharuan, penerangan batin, kreasi, pertumbuhan,
perkembangan, rasionalitas, kreasi, pertumbuhan, perkembangan, mawas diri, perubahan dan
seterusnya. Sedangkan dari pandangan netral, maka konflik diartikan
sebagai: akibat biasa dari keanekaragaman individu manusia dengan
sifat-sifat yang berbeda dan tujuan hidup yang tidak sama pula. (Kartono, 1983:
172-173)[12]
Konflik dalam bahasa Inggris "conflict" berarti
percekcokan, konflik, perselisihan,
pertentangan .[13]
Konflik juga berarti
pertentangan
faham, pertikaian, perselisihan. [14]
Sementara itu Hendrics memandang
bahwa konflik adalah sesuatu yang tak terhitung, konflik melekat erat dalam jalinan
kehidupan. Ummat manusia
selalu
berjuang dengan konflik. Oleh karenanya sampai sekarang dituntut untuk memperhatikan konflik, kita
memerlukan meredam konflik.[15]
Konflik berarti adanya oposisi atau
pertentangan-pertentangan pendapat antara orang-orang,
kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi.[16],
Clinton F.Fink
(dalam Kartono, 1983) mendefinisikan konflik sebagai berikut:
a. Konflik adalah relasi-relasi psikologis yang antagonistis,
berkaitan dengan tujuan-tujuan yang tidak dapat disesuaikan, interest-interest
eksclusif, dan tidak dapat dipertemukan, sikap-sikap
emosional yang bermusuhan, dan struktur-struktur nilai
yang berbeda.
b. Konflik adalah interaksi yang antagonis, mencakup;
tingkah laku yang lahiriah tampak jelas, mulai dari
bentuk-bentuk perlawanan halus terkontrol, tersembunyi, tidak langsung sampai pada bentuk perlawanan terbuka, kekerasan, perjuangan
tidak terkontra]^ peraturan laten, pemogokan, hura-hura, malear,
gerilya, perang
dan lain-lain.
Konflik adalah segala bentuk interaksi yang bersifat oposisi atau
suatu interaksi yang bersifat antagonis (berlawanan, bertentangan atau
berseberangan).[17] Menurutnya, konflik timbul akibat
kepentingannyayang terganggu. Kepentingan individu, kelompok atau organisasi
merupakan bahan baku kerja sama yang erat dan harmonis dan dapat pula menjadi
bahan baku yang efektif timbulnya konflik.[18]
Dari beberapa definisi tersebut belum
diketemukan uraian tentang manajemen konflik (istilah baru) sehingga diketahui bahwa manajemen konflik adalah
bagaimana mengurus, mengelola, menata sesuatu yang terjadi, baik berupa
perilaku yang antagonis, bentuk-bentuk perlawanan, perselisihan,
benturan-benturan laten, pemogokan, demo agar tetap dapat melaksanakan kegiatan
organisasi dalam mencapai tujuan yang ditetapkan secara efektif dan efisien.
Selanjutnya Hendyat Soetopo membuat kesimpulan, bahwa
konflik adalah suatu pertentangan dan ketidaksesuaian kepentingan, tujuan, dan
kebutuhan dalam situasi formal, sosial, dan psikologis, sehingga menjadi
antagonis, ambivalen, dan emosional. Dengan demikian, unsur-unsur konflik
terdiri atas: 1) adanya pertentangan, ketidaksesuaian, perbedaan, 2) adanya
pihak-pihak yang berkonflik, 3) adanya situasi dan proses, 4) adanya tujuan,
interes/kepentingan, kebutuhan.[19]
Manajemen konflik tujuan utamanya adalah untuk
membangun dan mempertahankan hubungan kerja sama dengan para bawahan, para
rekan sejawat, atasan dan pihak luar. Konflik akan terjadi bila kedua belah
pihak menunjukkan permusuhan dan menghalangi usaha masing-masing untuk mencapai
tujuan, termasuk persaingan akan sumber daya, ketidaksesuaian dari tujuan
tugas, kedwiartian dalam masalah yuridis, pertikaian mengenai status,
hambatan-hambatan komunikasi, dan kepribadian yang tidak cocok satu sama lain. [20]
2.
Pandangan Teori Manajemen dan Pemimpin Terhadap Konflik
Dilihat dari perspektif historis pandangan teori manajemen terhadap
konflik terpecah menjadi dua kelompok.
Kelompok Pertama; manajemen tradisional (Traditional management-historical
view) membandang
bahwa suatu konflik harus dihindari atau bahkan dihilangkan. Pandangan
ini didasari realita bahwa organisasi yang baik adalah jika di dalamnya tidak
dijumpai adanya konflik, sebab pendapat ini
memandang
konflik semata akibat kesalahan manajemen (manaiewent errors), misalnya
jika di dalam organisasi terdapat kesenjangan pantara pengusaha-pekerja
dalam hal ini hambatan komunikasi dan hambatan psikologis untuk saling
percaya.
Kelompok kedua yakni manajemen modern (modern-current
view) memandang konflik dengan cara yang berbeda dengan sebelumnya konflik dalam hal ini dianggap dapat meningkatkan kinerja organisasi jika memang dikelola
dengan baik. Organisasi yang bermutu justru di dalamnya dapat dijumpai
muatan-muatan konflik-konflik yang akhirnya dapat menstimulasi dan
memotivasi pekerja dalam meraih prestasi terbaik. Oleh karena
itu konflik dianggap merupakan sebagai bagian integral atau tak
terpisahkan dari dinamika organisasi. [21]
Sujak dalam Hendyat melihat
konflik dari dua sudut pandang, yaitu pandangan lama dan pandangan baru.[22] Untuk memahami dua
pandangan ini, berikut disajikan pada tabel
berikut:
Tabel
Pandangan terhadap Konflik[23]
Pandangan Lama
|
Pandangan Baru
|
1
.Konflik harus dihilangkan dari organisasi, karena dapat mengganggu
organisasi dan merusak prestasi.
2 Dalam organisasi yang baik tidak ada
konflik
3. Konflik harus dihindari
4.
Konflik jelek, karena dapat menjurus
ketingkat stres yang lebih tinggi, memunculkan kejahatan dan sabotase
terhadap program
5.
Dengan mengoordinasikan program secara baik, manajer akan membentuk perilaku
pegawai sepenuhnya.
|
1. Konflik sesungguhnya meningkatkan
prestasi organisasi. Maka harus dikelola dengan baik.
2. Dalam organisasi yang baik, konflik yang
memuncak mendorong anggota memacu prestasi
3.
Konflik merupakan bagian integral dari
kehidupan organisasi
4. Konflik itu baik karena dapat merangsang
untuk memecahkan masalah
5. Banyak faktor yang menentukan perilaku
pegawai dalam pekerjaannya. Manajer tidak dapat mengontrol faktor-faktor
situasional dan harus menghadapi kemungkinan terjadinya konflik.
|
Teori konflik menurut Marx dan Weber, dalam Nur Zazin, mengasumsikan ketegangan dalam masyarakat dan
bagian-bagiannya yang ditimbulkan oleh keinginan berkompetisi dari individu dan kelompok
yang bervariasi- Kemudian teori ini dibawa ke dunia pendidikan, tetapi
cenderung pada
teori
sosial, bukan pada manajer dan bawahan, tetapi lebíh pada hubungan
masyarakat dengan lembaga pendidikan.,
Misalnya Marx dan Weber menerapkan
tingkat teori konflik yang dipegang oleh para teoritis sekarang, yakni
penelitian yang berasal dari perspektif teori konflik cenderung untuk fokus
pada ketegangan yang bermunculan oleh kekuasaan dan konflik pada akhirnya
menyebabkan perubahan pada sistem pendidikan. [24]
Para teoritis konflik memandang
pendidikan masa sebagai sebuah alat dari masyarakat kapitalís,
mengontrol masuknya ke dalam level pendidikan yang lebih tinggi melalui
seleksi, alokasi dan manipulasi publik. Penerapan ide ini di tingkat sekolah
dan kelas Williard Waller mengatakan bahwa sekolah berada dalam keadaan ketidakseimbangan
yang konstan, guru diancam kehilangan
pekerjaan karena tidak disiplin, penguasa secara konstan diancam oleh siswa,
orang tua, dewan sekolah,
dan alumni yang mewakili, pihak lain yang sering berkompetisi, dan
kolompok-kelompok yang berminat dalam sistem. (Ballantine, 1993 :11)
Menurut Mulyadi dalam
Soetopo bahwa dalam kehidupan organisasi secara nyata, konflik bisa
menguntungkan dan bisa merugikan. Konflik yang menguntungkan disebut konflik
fungsional, sedangkan konflik yang merugikan disebut konflik disfungsional.[25]
Sedangkan pandangan pemimpin terhadap
konflik, seorang pemimpin kebanyakan mengembangkan tiga macam pendekatan,
yaitu: 1). Pendekatan pemimpin tradisional, 2). Pendekatan pemimpin netral (behavioral), dan 3). Pendekatan pemimpin modern atau interaksioanistis.[26]
a. Pendekatan pemimpin tradisional, menyatakan bahwa konflik bersifat
negatif dan merugikan. Karenanya konflik harus dilenyapkan, demi kerukunan dan
keharmonisan. Pendapat ini berkembang pada tahun 1940-an.
Pemimpin semacam ini memandang bahwa tingkah laku manusia sepanjang
hidupnya sebagian merupakan penyesuaian diri terhadap tingkah laku orang lain,
dan menghindarkan konflik dari perselisihan. keluarga, sekolah dan agama selaku
lembaga sosial menekankan pada adaptasi, prinsip anti konflik, dan kerukunan.
Pandangan ini menimbulkan pengekangan,
misalnya otoritas orang tuayang selalu menekankan pada norma dan
aturan, anak harus tunduk dan patuh. Di sekolah, seorang pemimpin harus
dituruti tanpa ada perbedaan, gurú dianggap mahluk yang
besar dan kuasa, harus dipercaya dan ditiru, gurú merupakan kadar kebenaran dan
pendapat gurú tidak dapat disanggah, sikap tidak setuju terhadap gurú dianggap
tabu. Sekolah menekankan
karyawan dan para siswa menerima semua
informasi dengan sikap terima kasih dan sumarah tanpa bertanya-tanya.
b.
Pendekatan pemimpin yang behavioral atau netral, pandangan ini melihat
tingkah laku manusia yang hidup sebagai "built in clement.
Konflik bersumber dari perbedaan kodrati
masing-masing individu dan kelompok. Penghapusan terhadap perbedaan atau
konflik berarti menghapus individu-individu dan kelompok-kelompok itu sendin.
Pandangan ini akan memunculkan
macam-macam perbedaan, aneka tujuan, kompetisi, persaingan dan rivalitas.
Pandangan ini merasionalisir konflik, dengan tujuan mengurung, membatasi dan
menjinakkan konflik sebagai unsur netral, unsur biasa, dan tidak berbahaya.
Mereka memandang bahwa dengan adanya konflik akan ada hikmah di balik itu
semua. Oleh karenanya menurut pendapat ini jika mereka disuruh me-manaj konflik
akan ragu-ragu.
c.
Pendekatan pemimpin yang modern atau interaksionistis. Pendekatan
ini memandang bahwa konflik itu penting dan perlu dalam kehidupan. Secara
eksplisit konflik itu merangsang oposisi, orang harus mengembangkan manajemen
konflik, menstimulir konflik, dan harus bisa memecahkannya. Manajemen konflik
merupakan tanggung jawab pemimpin dan manajer.
Kaum interaksionis menyatakan bahwa organisasi yang tidak mendorong
adanya konflik cenderung akan macet, mengalami stagnasi, tidak mampu mengambil
keputusan tepat, condong menjadi dekadent atau merosot dan menjadi
mundur. Jadi organisasi yang terus maju dan berkembang itu lebih didorong
adanya unsur-unsur konflik kecil, jika dibandingkan dengan hanya ada
persetujuan "pengaminan" belaka.[27]
Dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan, organisasi pasti mengalami banyak perubahan. Maka tanggung jawab
pemimpin yang paling utama ialah memandu unit organisasi di tengah badai-badai
perubahan sebagai akibat dari mekanisme, industrialisasi dan modernisasi.[28]
Dan semua perubahan berlangsung melalui benturan-benturan dan konflik dari
unsur yang bertentangan, elemen yang lama kontra dengan elemen baru.
Selanjutnya benturan-benturn tersebut membuahkan situasi baru dan
perubahan-perubahan.
Konflik yang dipandang sebagai unsur
yang dibutuhkan dalam organisasi jika ingin terus mengembangkan organisasinya
terus tumbuh dan hidup, memerlukan manajer konflik atau pemimpin dalam situasi
dan kondisi konflik. Ini merupakan tugas berat dan sukar bagi pemimpin. Oleh
karenanya biasanya pemimpin ini banyak diberi fasilitas, gajinya besar. Pemimpin semacam ini banyak sebagai
wasit atau pemutus pertentangan dalam organisasi.[29]
Tugas pemimpin modern bukan menciptakan harmoni/ keselarasan statis
dalam organisasi tetapi untuk mencapai sasaran organisasi atau sasaran bersama
secara efektif.[30] Di sinilah pemimpin yang selalu mengeliminasi dan meniadakan konflik-konflik dalam
organisasi, merupakan usaha yang tidak realistis. Leonardo Rico dalam Nur Zazin menyatakan: "The individuáis
orgroups who are most vical in advicatingharmony and happiness' in an
environment devoid ofconflict, may only be protecting their vested interest in
status quo".
Artinya
individu-individu dan kelompok-kelompok yang keras menganjurkan harmoni dan
kebahagiaan dalam lingkungan penuh konflik, mereka ini hanya berkeinginan
melindungi kepentingannya sendiri dan mempertahankan status quo.[31]
Banyak organisasi dan lembaga-lembaga
menjadi mundur dan indolent disebabkan apatis dan rasa púas
terhadap diri sendiri dan bukan disebabkan oleh terlalu banyak konflik. Para
pemimpin yang gagal takut dan menolak perubahan-perubahan, enggan dan malas
menghadapi konflik karena merasa aman dengan jalan menghindari dan
menghilangkan konflik yang dianggap mengandung resiko dan bahaya. Padahal dalam
mengadakan/perubahan harus berani menghadapi tantangan dan konflik demi
kemajuan organisasi.
Oleh karenanya mengelola konflik
di masyarakat, di organisasi, dan di lembaga pendidikan bahkan negara merupakan
tugas inti dari pemimpin, khususnya pemimpin pengambil keputusan, sebab
kebanyakan perubahan hasil adaptasi perubahan sosial adalah produk konflik.
Dengan demikian pemahaman mengenai nilai arti dari konflik merupakan bagian
terpenting dari ilmu administrasi, ilmu manajemen dan seni memimpin.
3. Jenis dan Proses Konflik
a. Jenis-Jenis Konflik
Ada beberapa jenis konflik berdasarkan sudut tinjau yang digunakannya.
Ditinjau dari segi fungsinya, ada dua jenis konflik, yaitu : 1) konflik
konstruktif dan 2) konflik destruktif. Konflik konstruktif adalah konflik yang
memiliki nilai positif bagi pengembangan organisasi. Dengan konflik justru
mendatangkan manfaat. Konflik destruktif
adalah konflik yang memiliki nilai negatif bagi organisasi. Dengan konflik
justru mendatangkan kerusakan bagi organisasi.[32]
Jenis konflik lainnya adalah ditinjau dari segi instansionalnya, ada tiga
jenis konflik, yaitu: 1) konflik kebutuhan individu dengan peranan dalam
organisasi, 2) konflik peranan dengan peranan, dan 3) konflik individu dengan
individu lain. Tiap individu memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi, sehingga
sering berbenturan dengan peranan yang harus dijalankan dalam organisasi atau
berbenturan dengan kebutuhan individu lain yang berbeda dengannya.
Jenis konflik lainnya bisa terjadi adalah: 1) konflik individu, 2) konflik
antara individu dan kelompok, 3) konflik antar kelompok, 4) konflik kelompok
dengan organisasi, dan 5) konflik individu dengan organisasi. [33]
b.
Proses Terjadinya Konflik
Smith dkk dalam Hendyat mengemukakaan proses terjadinya konflik melalui
beberapa tahap-tahap berikut: 1) tahap antisipasi, yaitu merasakan munculnya
gejala perubahan yang mencurigakan, 2) tahap menyadari, yaitu perbedaan mulai
diekspresikan dalam bentuk suasana yang tidak mengenakkan, 3) tahap
pembicaraan, yaitu pendapat-pendapat berbeda mulai muncul, 4) tahap perdebatan
terbuka, yaitu pendapat-pendapat berbeda mulai dipertajam dan lebih terumuskan
dengan baik dan kentara, dan 5) tahap konflik terbuka, yaitu masing-masing
pihak berusaha memaksakan pendirian kepada pihak lain[34].
Konflik terjadi tidak dengan sendirinya, tetapi melalui proses tertentu.
Filey (1976) [35]menggambarkan
proses terjadinya konflik dalam bentuk bagan seperti pada gambar :
Persepsi
adanya Konflik
|
Konflik yang dirasakan
|
Kondisi sebelumnya
|
Perilaku
|
Penyelesaian (Konflik ditekan)
|
Hasil Penyelesaian
|
Gambar Proses dan Penyelesaian Konflik
|
Keterangan gambar:
1.
Pertama adanya kondisi sebelumnya yang menyebabkan
konflik,misalnya adanya peranan yang tidak jelas. Contoh: peranan kepala
sekolah dan wakilnya sering bertubrukan.
2.
Persepsi adanya konflik misalnya dalam kerja sehari-hari,
antara kepala sekolah dan wakilnya menafsirkan peranannya yang berbeda.
3.
Konflik dirasakan:
antaran kepala sekolah dan wakilnya merasa tugasnya saling diambil alih.
4.
Perilaku: antara kepala sekolah dan wakilnya mulai cekcok
tentang tugas yang harus dilaksanakan.
5.
Penyelesaian konflik atau penekanan konflik yaitu
pemecahan konflik dengan metode atau strategi tertentu.
6.
Hasil penyelesaian: hasil yang diperoleh setelah konflik
diselesaikan, misalnya apakah penyelesaian itu memperbaiki hubungan atau
mengurangi komunikasi antara kepala sekolah dan wakilnya.
4.
Strategi Manajemen Konflik
Strategi manajemen
konflik diterapkan untuk menjadikan konflik dan pemecahannya sebagai
pendinamisasi dan pengoptimalan pencapaian tujuan organisasi. Hal ini
bergantung pada pemimpin organisasi, apakah memiliki pandangann tradisional,
behavioral, atau pandangan interaksi dalam memandang organisasi yang
dipimpinnya. Bagaimanapun, konflik pasti
terjadi dalam organisasi, baik yang berskala besar maupun yang berskala kecil.
Oleh sebab itu, konflik-konflik itu perlu dikelola agar menjadi potensi untuk
mengefektifkan organisasi.[36]
Depdikbud (1981), Gordon (1990), dan Miftah Thoha
(1995) mengemukakan strategi manajemen konflik secara umum sebagai berikut: 1)
strategi menang-kalah, 2) strategi kalah-kalah, dan 3) strategi menang-menang.
Dengan
menggunakan strategi menang-kalah, salah satu pihak menang dan salah satu pihak
kalah, termasuk di dalamnya menggunakan wewenang atau kekuasaan untuk menekan
salah satu pihak. Bisa jadi, pihak yang kalah akan bertingkah laku
non-produktif, kurang aktif, dan tidak mengidentifikasikan dirinya dengan
tujuan organisasi. Pertanyaan: bagaimana agar yang kalah tidak sabotase dan yang
menang tidak tepuk dada?
Strategi
kalah-kalah berarti semua pihak yang berkonflik menjadi kalah. Strategi ini
dapat berupa kompromi (keduanya sama-sarna berkorban atas kepentingannya), dan
arbitrase(menggunakan pihak ketiga). Strategi menang-menang yaitu konflik
dipecahkan melalui metode "problem solving' (pemecahan masalah).
Penelitian menunjukkan bahwa : 1) Metode pemecahan masalah mempunyai hubungan
positif dengan manajemen konflik yang efektif, 2) Pemecahan masalah banyak
dipergunakan oleh pihak-pihak yang rnemiliki kekuasaan, tetapi lebih menyukai
bekerja sama (Scmuck, 1976).[37]
5.
Prinsip-Prinsip Pelasanaan Manajemen Konflik
Ada beberapa
prinsip yang perlu diperhatikan para manajer, organisator, atau pemimpin dalam
melaksanakan manajemen konflik, antara lain:
1. Perlakukanlah secara
wajar dan alamiah
Konflik yang
timbul dalam penyelenggaraan satuan pendidikan adalah sebagai sesuatu yang
wajar dan alamiah. Konflik kini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
organisasi, tak perlu dihindari tetapi harus dihadapi pimpinan melalui
manajemen konflik. Oleh karena itu, pelaksanaan manajemen konflik perlu
dilakukan secara wajar dan alamiah sebagaimana pelaksanaan manajemen bidang
lainnya.
2. Pandanglah sebagai
dinamisator organisasi
Konflik
merupakan dinamisator organisasi. Pandanglah bahwa organisasi tanpa konflik
berarti diam, statis, dan tidak mencapai kemajuan yang diharapkan. Namun
demikian, konflik yang ada harus ditata sedemikian rupa agar dinamika yang
terjadi benar-benar dapat menjadi sesuatu yang positif untuk menghasilkan
perubahan sekaligus mendukung perkembangan dan pencapaian tujuan pendidikan.
3. Media pengujian kepemimpinan
Kepemimpinan
tidak hanya diuji ketika membawa anggota mencapai tujuan berdasarkan rutinitas
tugas formal belaka. Kepemimpinan yang bersangkutan akan lebih diuji ketika
menghadapi konflik. Melalui manajemen konflik, dirinya akan memiliki
kepemimpinan yang dapat diandalkan untuk membawa roda organisasi secara dinamis
positif dalam mencapai tujuan di masa mendatang.
4. Fleksibilitas strategi
Strategi
manajemen konflik yang digunakan para pemimpin adalah fleksibel. Artinya,
pemilihan penggunaan strategi dimaksud sangat bergantung pada: (1) jenis, maten
konflik, dan sumber penyebabnya, (2) karakteristik pihak-pihak yang berkonflik,
(3) sumber daya yang dimiliki dan mendukung, (4) kultur masyarakat dan iklim
organisasi, (5) antisipasi dampak konflik, serta (6) intensitas dan keluasan
konflik.[38]
6.
Langkah-Langkah dalam Manajemen Konflik
Beberapa
langkah yang perlu dilakukan pemimpin dalam pelaksanaan manajemen konflik,
adalah:
1. Perencanaan análisis konflik
Langkah ini
dimaksudkan untuk mendefinisikan atau menentukan konflik apa yang timbul dalam
penyelenggaraan satuan pendidikan. Pemimpin pendidikan dapat melakukannya
setiap saat ketika ada indikasi konflik. Perlu diperhatikan bahwa konflik ada
yang nyata maupun tersembunyi. Konflik yang nyata akan mudah dikenali dan
dianalisis, tetapi konflik yang tersembunyi tidak demikian adanya. Konflik yang
tersembunyi perlu dibuka melalui pemberian stimulus yang terencana supaya
menjadi terbuka. Apabila kedua konflik tersebut di sekolah tidak ada dan
sekolah menunjukkan adanya kestatisan, maka pemimpin pendidikan dapat juga
merangsang timbulnya konflik dengan suatu maksud, sekolah menjadi dinamis dan
ini diperlukan bagi terciptanya suasana yang kondusif bagi pencapaian tujuan
penyelenggaraan pendidikan.
Pemimpin
pendidikan pada langkah ini harus dapat menentukan sumber penyebabnya,
faktor-faktor yang mempengaruhinya, jenis-jenisnya, dan keterhbatan pihak-pihak
yang berkonflik. Apabila hal tersebut semuanya jelas, akhirnya konflik yang
sesungguhnya dapat dirumuskan secara jelas dan tegas.
2. Evaluasi konflik
Evaluasi
konflik adalah suatu upaya untuk menentukan kualitas suatu konflik yang telah
dirumuskan. Kualitas suatu konflik dapat ditinjau dari dua segi, yaitu
intensitas dan keluasannya. Keduanya saling terkait satu sama lain. Atas dasar
ini, kualitas konflik dapat diklasifikasikan menjadi: (a) konflik ringan/kecil
(jika intensitas rendah dan keluasan kecil), (b) konflik sedang (jika
intensitas sedang dan keluasan sedang), dan (c) konflik besar/berat (jika
intensitas tinggi dan keluasan besar).
Semua konflik dimaksud pada dasarnya
perlu mendapat perhatian para pemimpin dan dicarikan pemecahannya secara baik
sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing. Namun demikian, sebagai
manajer konflik perlu melakukannya berda-sarkan skala prioritas.[39]
3. Pemilihan strategi manajemen konflik
Apabila
konflik yang ada sudah jelas maka akan memudahkan manajer dalam memilih
strategi manajemen konflik secara tepat. Ada beberapa pedoman yang perlu
diperhatikan manajer dalam memilih strategi manajemen konflik, antara lain:
(a) Pahamilah beberapa prinsip
dalam pelaksanaan manajemen
konflik.
(b)
Berdasarkan prinsip-prinsip di atas, pilihlah di antara strategi
manajemen konflik yang disarankan.
(c) Laksanakan strategi
manajemen konflik yang dipilih.
(e)
Evaluasilah pelaksanaan strategi manajemen konflik yang dipilih tersebut
untuk mengetahui keberhasilannya.
(f)
Strategi yang telah dipilih dapat dipertahankan bila menunjukkan hasil
yang baik, tetapi bila hasilnya tidak atau kurang baik maka perlu dipilihkan
strategi lain secara berkelanjutan.[40]
7.
Kriteria
Keberhasilan Manajemen Konflik
Manajemen
konflik yang dilakukan para manajer atau pemimpin dapat dikatakan berhasil
apabila memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut:
1. Kemampuan membuat perencanaan análisis
konflik
Perencanaan análisis
konflik yang baik harus menunjukkan adanya: (1) deskripsi fenomena konflik yang
terjadi, (2) identifikasi konflik, meliputi: latar belakang atau sumber penyebab
terjadinya konflik, faktor yang mempengaruhi konflik dan akibat yang akan
terjadi bila konflik diatasi atau dibiarkan, penggiringan konflik ke dalam
jenis yang mana, intensitas dan cakupan keluasannyá,
(3) rumusan konflik yang sesungguhnya secara jelas dan tegas.
2. Kemampuan melakukan evaluasi konflik
Evaluasi
terhadap suatu konflik dikatakan berhasil jika pemimpin atau manajer mampu
menentukan kualitas suatu konflik yang terjadi di satuan pendidikan yang
dipimpin. Ukuran yang dapat dipakai adalah (1) rendan-tingginya intensitas
timbulnya suatu konflik, (2) luas-tidaknya cakupan suatu konflik, (3) penentuan
kualitas konflik (ringan/kecil, sedang/menengah, atau besar/berat), (4)
penentuan penyelesaian konflik berdasarkan prioritas.
3. Kemampuan memilih strategi manajemen konflik
Keberhasilan
manajer dalam memilih strategi manajemen konflik yang tepat sangat ditentukan
oleh kemampuan, keberanian, pengalaman, usaha, dan doa, kematangan dirinya,
serta situasi dan kondisi yang ada. Selain itu, kepedulian pimpinan terhadap
prinsip-prinsip yang harus dilaksanakan dalam manajemen konflik juga sangat
menentukan keberhasüan langkah ini.[41]
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Pendekatan
penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian lapangan (field
reserch) dan menggunakan pendekatan kualitatif dengan data yang
diuraikan secara deskriptif.
B. Data dan Sumber Data
Data yang ingin digali dalam penelitian ini adalah informasi atau keterangan yang
berkaitan dengan tujuan / obyek penelitian dan data yang sesuai dengan fokus penelitian.
C. Teknik
Pengumpulan Data
Teknik
pengumpulan data yaitu cara yang dimaksud untuk mengumpulkan data, yang
merupakan langkah paling stategis dalam penelitian, karena tujuan penelitian
adalah mendapat data[42]
Teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi dan dokumen.
D.
Teknik
Analisa Data
Dalam
metode ilmiah, mengolah dan menganalisis data merupakan bagian yang sangat
urgen, karena pada bagian inilah data dapat memberikan arti dan makna untuk
memecahkan masalah. Pengolahan dan analisis data adalah proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan
uraian dasar.
Teknik
analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis tema.
BAB IV
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Observasi
Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di
desa Purwosari II Km. 10 Kecamatan Tamban Kabupaten Barito Kuala Provinsi Kalimantan
Selatan
Tempat Penelitian
Penelitian ini di Sekolah
Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Tamban yang berada di KM. 10 Kecamatan Tamban
Kabupaten Barito Kuala.
SMA Negeri 1 Tamban berada di atas tanah
seluas 22.370 M² dengan luas bangunan 2.086 M². Halaman olah raga seluas 3.300
M² dan tempat parkir seluas 168 M².
Adapun Identitas Sekolah
1.
Nama
Sekolah : SMA
Negeri 1 Tamban
2.
Nomor
Induk Sekolah : 02
3.
Nomor
Statistik Sekolah : 301150307006
4.
Alamat
Sekolah :
a.
Jalan/
desa : Purwosari
II Km. 10
b.
Kecamatan : Tamban
c.
Kabupaten
:
Barito Kuala
5.
Status
Sekolah :
Negeri
6.
Didirikan
Tahun : 1992
7.
Berdasarkan
surat keputusan
a.
Pejabat : Mendikbud
b.
Nomor :00216/0/1992
8.
Waktu
Penyelenggaraan : Pagi, dari pukul
07.30 s.d 14.00
SMA Negeri 1 Tamban mempunyai :
Visi : “ Menjadikan siswa SMA Negeri 1
Kecamatan Tamban berwawasan kebangsaan, berpengetahuan, beriman dan bertaqwa,
dan terampil”
Misi :” (1). Menanamkan kesadaran berbangsa
dan bernegara, (2) memaksimalkan kegiatan belajar mengajar, (3) melaksanakan
kegiatan keagamaan secara rutin, (4) membudayakan disiplin yang tinggi, (5)
memiliki keterampilan praktis (6) melaksanakan aktivitas sosial di sekolah
maupun di luar sekolah, (7) menanamkan kesadaran cinta lingkungan.
SMA
Negeri 1 Tamban dipimpin oleh seorang kepala sekolah dengan identitas sebagai
berikut:
1.
Nama : Lulut
Widiyanto P, S.Pd
2.
NIP :
19680706199512 1 004
3.
Tempat
tanggal lahir : Blitar, 06 Juli
1968
4.
Jenis
Kelamin : Laki-laki
5.
Status : PNS
6.
Mulai
Bertugas : 16 Pebruari
2006
7.
Pendidikan
terakhir : Sarjana S1
8.
Jurusan
: Geografi
9.
Alamat : Komp. Griya Permata Banjarmasin
Adapun jumlah siswa seluruhnya 377 orang yang
terdiri dari kelas X laki-laki 49 orang, perempuan 74 orang, kelas XI laki-laki
65 orang, perempuan 58 orang ,sedangkan kelas XII laki-laki 46 orang dan
perempuan 85 orang.
Adapun jumlah guru PNS 15 orang, guru GTT
Daerah 1 orang dan guru GTT (guru honor
komite) 12 orang. Tenaga administrasi Pegawai tetap 3 orang dan pegawai tidak
tetap 3 orang.
2.
Hasil
Wawancara dengan kepala Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Tamban
Dari wawancara dengan kepala sekolah didapat:
“ Setiap lembaga pendidikan, tidak kecuali
SMAN 1 Tamban juga terdapat konflik dan konflik itu sendiri memang seharusnya
ada”[43]
Selanjutnya penulis menanyakan tentang
konflik apa saja yang terjadi di SMAN 1 Tamban?
Beliau menjawab:” Banyak konflik yang terjadi di SMAN 1 Tamban, namun
secara garis besar ada 3 konflik; yaitu :
1)
Adanya
kecemburuan sosial antar teman yakni mengenai kesejahteraan guru-guru;
2)
Egoisme
masing-masing guru terhadap proses pembelajaran, yang berkenaan dengan jadual
mengajar, raport dan penilain terhadap hasil belajar siswa
3)
Adanya
kepentingan pengembangan karier guru yang merupakan tugas tambahan.[44]
Dari wawancara tersebut menurut kepala
sekolah, beberapa konflik yang terjadi di SMAN 1 Tamban, terlihat bahwa yang
lebih dominan adalah kecemburuan sosial menduduki tempat pertama. Tentu saja
setiap konflik yang terjadi harus dapat solusi yang seimbang sesuai dengan
tingkat kesulitan dan kerumitan masalah
tersebut. Penulis menanyakan bagaimana menangani masalah tersebut kepada kepala
sekolah.
Selanjutnya kepala sekolah memberikan solusi
atas beberapa konflik besar yang harus dihadapi, menurut beliau:
“ Untuk menangani konflik yang pertama, yakni
adanya kecemburuan sosial, solusi yang bisa kami berikan adalah Job discriptian
( tugas masing-masing pegawai baik pegawai tetap maupun pegawai tidak tetap)
dengan mengevaluasi pekerjaan masing-masing guru/pegawai yang disampaikan dalam
forum rapat yang dilakukan setiap 1
bulan sekali. Kemuadian untuk solusi konflik kedua yakni egoisme masing-masing
guru terhadap proses pembelajaran, yang bisa kami berikan adalah melihat
potensi pegawi/guru. Potensi guru ada dimana, kemudian diberi tugas tambahan
sesuai potensi guru yang bersangkutan. Sementara itu mengatasi konflik ketiga
yanng berkenaan dengan kepentingan pengembangan karier maka solusi yang kami
berikan untuk mengatasinya adalah dengan
melihat tingkat senioritas artinya pegawai/ guru senior diletakan pada
urutan yang utama, namun apabila yang senior ini kurang mempunyai potensi, maka
urutan selanjutnya diambil dari bawahnya”. [45]
Dari semua konplik diatas dan cara
penanganannya memang tidak mudah seperti yang kita bayangkan, menurut beliau
melalui suatu proses yang cukup panjang untuk memahami masing-masing karakter
pegawai/guru, yang tidak hanya satu dua hari, minggu, bulan, namun beberapa
tahun, sehingga dengan mengetahui karakter masing-masing dengan lebih efektif
pula solusi yang bisa diberikan dan dipecahkan dan yang paling penting dalam
pemecahan masalah atau konflik adalah dengan selalu mengadakan musyawarah atau
rapat yang memang sudah dijadwal yakni setiap awal bulan di setiap bulannya.
Dari wawancara tersebut mengenai konflik dan
solusi tampak oleh penulis bahwa figur seorang kepala sekolah menjadi hal yang
utama. Seorang pemimpin yang mau dan bisa menerima dan memberi kritik dari
mitra kerja nya demi kesuksesan bersama.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Konflik berarti adanya oposisi atau
pertentangan-pertentangan pendapat antara orang-orang,
kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi
Konflik dalam
organisasi merupakan hal yang tidak bisa dihindari, mulai dari yang berskala
kecil sampai dengan yang berskala besar. Seorang pemimpin atau manajer
pendidikan harus dapat mengelola konflik itu dengan baik, agar konflik yang
terjadi justru menjadi faktor pendinamisasi organisasi yang dipimpinnya. Kepala
sekolah, pengawas, dan pemimpin atau manajer pendidikan lainnya harus memiliki
pandangan yang lúas dan modern dalam menata konflik agar
tidak tertinggal jaman.
Konflik
memiliki fungsi negatif dan fungsi positif. Tugas pemimpin pendidikan adalah
meminimalkan nilai negatif konflik dan memaksimalkan nilai positif konflik.
Dalam menata konflik, pemimpin pendidikan harus melihat situasi dan kondisi
lembaga pendidikan dan faktor luar organisasi yang terkait dengan situasi
konflik.
Untuk
memaksimalkan dinamisasi dan pencapaian tujuan organisasi, manajer pendidikan
perlu menjaga agar konflik bukan tidak ada sama sekali, tetapi juga jangan
sampai konflik meluas dan memiliki intensitas yang tinggi yang justru akan
merusak organisasi. Strategi umum penyelesaian konflik antara lain: menghindari
konflik, membawa ke tujuan dan nilai yang lebih tinggi, pemecahan masalah
secara kreatif, kompromi, menggunakan
jalur kekuasaan, memperbaiki praktik organisasi, mengubah struktur organisasi,
kolaborasi, penyesuaian diri, dan menerapkan gaya penyelesaian konflik
tertentu.
Konflik
yang terjadi di SMAN 1 Tamban secara garis besar ada tiga yakni :
1.
Adanya
kecemburuan sosial antar teman yakni mengenai kesejahteraan guru-guru;
2.
Egoisme
masing-masing guru terhadap proses pembelajaran, yang berkenaan dengan jadual
mengajar, raport dan penilain terhadap hasil belajar siswa
3.
Adanya
kepentingan pengembangan karier guru yang merupakan tugas tambahan
Dan solusi yang diberikan dalam pemecahan
masalah konflik adalah yang pertama Job discriptian ( tugas masing-masing
pegawai baik pegawai tetap maupun pegawai tidak tetap) dengan mengevaluasi
pekerjaan masing-masing guru/pegawai yang disampaikan dalam forum rapat yang dilakukan setiap 1 bulan sekali.
kedua adalah melihat potensi pegawi/guru. Potensi guru ada dimana, kemudian
diberi tugas tambahan sesuai potensi guru yang bersangkutan. adalah dengan melihat tingkat senioritas artinya pegawai/
guru senior diletakan pada urutan yang utama, namun apabila yang senior ini
kurang mempunyai potensi, maka urutan selanjutnya diambil dari bawahnya”
B.
Saran
1.
Sebagai seorang kepala sekolah hendaknya
dalam menyelesaikan konflik melalui musyawarah untuk mencari titik mufakat.
2.
Sebagai guru hendaknya lebih mampu memahami
diri sehingga dapat mengurangi sifat egoisme dan menang sendiri
3.
Semoga penelitian ini memberi manfaat bagi
semua.
DAFTAR PUSTAKA
Echol, M.
John Echols,
Shadily, Hasan, Kamus Inggris
Indonesia, Jakarta : PT. Gramedia, 1988
Hendrics,William, How
to Manage Conflict, Alih Bahasa Arif Santoso, Bagaimana mengelola
Konflik, Jakarta: Bumi Aksara, 2001
Irianto, Jusuf Isu-isu
Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Surabaya: Penerbit Insan Cendikia, 2001
Kartini,
Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Pemimpin Abnormal itu?, Jakarta
: CV Rajawali, 1983
M. John Echol, Hasan
Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia, 1988
Partanto, Al-Barry, M.
Dahlan, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arloka, 1994
Ramayulis,
Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2008
Robbin,
Coulter,
Manajemen (edisi kedelapan), Jakarta: PT. Indeks, 2007
Soetopo, Hendyat, Perilaku
Organisasi (Teori dan Praktik di Bidang Pendidikan), Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2010
Siagian, P. Sondang, Filsafah Administrasi, ( Jakarta: CV Masaagung,
1990
Terry, George R., Guide
To Management, alih Bahasa J. Smith, Prinsip-Prinsip Manajemen, Jakarta:
Bumi Aksara, 2000
Winardi, Manajemen
Konflik, Konflik Perubahan dan Pengembangan, Bandung: Mandar Maju, 1994
Wahyudi, Bambang,
Kusnadi, Teori dan Manajemen Konflik, Tradisional, Kontemporer dan Islam,
Malang: Taroda, 2001
Yukl, A. Gerry ,Leadership
In Organization, New Jersy USA, Prentice Hall, Alih Bahasa Uday, Yusuf, Kepemimpinan
Dalam Organisasi, Jakarta: Prenhelindo, 1994
Yaqin,
Husnul, Kapita Selekta Administrasi dan Manajemen Pendidikan, Banjarmasin
: Antasari Press, 2011
Zazin, Nur, Kepemimpinan dan
Manajemen Konplik, Yogyakarta: Absolute Media, 2012
[1] Kartono Kartini, Pemimpin
dan Kepemimpinan, Apakah Pemimpin Abnormal itu?, (Jakarta : CV Rajawali,
1983), h. 173
[2] M. John Echols
dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, ( Jakarta : PT. Gramedia,
1988), h. 372
[3] H. Nur Zazin, Kepemimpinan
dan Manajemen Konplik, (Yogyakarta: Absolute Media, 2012),h. 25
[7] Husnul Yaqin, Kapita Selekta Administrasi dan Manajemen
Pendidikan, (Banjarmasin : Antasari Press,
2011), h. 3
[10] R. Terry, Guide
To Management, alih Bahasa J. Smith, Prinsip-Prinsip Manajemen,h. 18
[11] Ibid,
h. 19
[12] Kartono Kartini, Pemimpin
dan Kepemimpinan, Apakah Pemimpin Abnormal itu?, h. 172-173
[13] M. John Echol, Hasan
Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia, 1988),h. 138
[14] Partanto, Al-Barry, M.
Dahlan, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arloka, 1994), h. 358
[15] William Hendrics, How
to Manage Conflict, Alih Bahasa Arif Santoso, Bagaimana mengelola
Konflik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), h. 1
[16] Winardi, Manajemen
Konflik, Konflik Perubahan dan Pengembangan, (Bandung: Mandar Maju, 1994),
h. 1
[17] Bambang Wahyudi,
Kusnadi, Teori dan Manajemen Konflik, Tradisional, Kontemporer dan Islam,
(Malang: Taroda, 2001), h. 11
[18] Nur Zazin, Kepemimpinan
dan Manajemen Konflik, h.39
[19] Hendyat Soetopo, Perilaku
Organisasi (Teori dan Praktik di Bidang Pendidikan), (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2010), h.268
[20] A Gerry, Yukl, Leadership
In Organization, New Jersy USA, Prentice Hall, Alih Bahasa Uday, Yusuf, Kepemimpinan
Dalam Organisasi, (Jakarta: Prenhelindo, 1994), h. 115
[21] Jusuf Irianto, Isu-isu
Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Surabaya: Penerbit Insan Cendikia, 2001)
[22] Hendyat Soetopo, Perilaku
Organisasi (Teori dan Praktik di Bidang Pendidikan),h. 268
[23] Ibid.
[24] Nur Zazin, Kepemimpinan
dan Manajemen Konflik, h.41
[25] Hendyat Soetopo, Perilaku
Organisasi (Teori dan Praktik di Bidang Pendidikan),h. 269
[26] Kartono Kartini, Pemimpin
dan Kepemimpinan, Apakah Pemimpin Abnormal itu?, h. 174
[27] Ibid., 175
[28] Ibid., h. 178
[29] Nur Zazin, Kepemimpinan
dan Manajemen Konflik, h .44
[30] Kartono Kartini, Pemimpin
dan Kepemimpinan, Apakah Pemimpin Abnormal itu?, h. 179
[32] Hendyat Soetopo, Perilaku
Organisasi (Teori dan Praktik di Bidang Pendidikan),h. 274
[33] Ibid, h. 275
[34] Ibid.
[36] Ibid., h. 277
[38] Ibid., h. 283
[39] Ibid.,h. 284
[40] Ibid.,h. 285
[41] Ibid.,h. 286
[43]Lulut, Wawancara Pribadi,
Tamban, 3 Januari 2014
[44] Lulut, Wawancara Pribadi, Tamban, 3 Januari 2014
[45] Lulut, Wawancara Pribadi,
Tamban, 3 Januari 2014